Stasiun
gubeng Surabaya sudah ada sejak zaman kolonial. Berdasarkan sejarah yang ada,
Stasiun Gubeng Surabaya mulai dibangun sekitar tahun 1870 ketika jalur kereta
api Surabaya-Malang dan Pasuruan mulai dirintis. Awalnya, pembangunan stasiun
ini bertujuan untuk mengangkut hasil bumi dan perkebunan dari daerah pelosok
Jawa Timur, khususnya dari Malang, ke Pelabuhan Tanjung Perak yang juga mulai
dibangun sekitar tahun itu.
Pada
tahun 1878, Stasiun Gubeng dibangun oleh perusahaan kereta api Staats
Spoorwagen (SS). Pada masa itu, stasiun ini dipergunakan untuk mengangkut
tentara Belanda yang akan dikirim ke berbagai daerah yang mengalami gejolak
perlawanan dari kaum pribumi khususnya di sekitar Surabaya dan Pulau Jawa.
Stasiun ini kemudian menjadi gerbang untuk memobilisasi tentara Belanda ke
sejumlah daerah atau mengirimkan bantuan pasukan untuk menghadapi pemberontakan.
Stasiun
ini merupakan stasiun KA terbesar di Surabaya dan merupakan tempat
keberangkatan utama semua KA dari Kota Surabaya (kecuali KA yang melewati jalur
utara via Semarang yang diberangkatkan dari Stasiun Pasarturi). Stasiun
Surabaya Gubeng pertama kali dibangun di sisi barat rel KA. Gedung seperti
terlihat di foto bawah ini dibangun pada tahun 1897. Atap diatas peron
direnovasi pada tahun 1905 dan atap diatas pintu masuk direnovasi pada tahun
1928. Pada pertengahan dekade 1990-an, bangunan baru Stasiun Gubeng dibangun di
sisi timur rel KA dengan arsitektur lebih modern dan lebih luas. Tetapi gedung
tua yang di sisi barat ini masih digunakan terus sebagai gedung sambilan sampai
kini. Pohon didepan stasiun sekarang sudah dewasa.
Surabaya
sudah menjadi kota dengan gelar Gemeente ( kotamadya) pada tahun 1905.
Maka dari itu untuk menunjang transportasi dibangunlah stasiun gubeng Surabaya.
Berdasarkan sejarahnya, Stasiun gubeng Surabaya dibangun ketika jalur kereta
api Surabaya-Malang dan Pasuruan mulai dirintis sekitar tahun 1870. Tujuannya
untuk mengangkut hasil bumi dan perkebunan dari daerah pedalaman Jatim,
khususnya dari Malang, ke Pelabuhan Tanjung Perak yang juga mulai dibangun
sekitar tahun itu. Gedung ini diresmikan pada tanggal 16 Mei 1897.
Arsitektur
Stasiun Gubeng Surabaya
Stasiun
gubeng lama dibangun tahun 1897. Gaya arsitektur masih dipengaruhi oleh
kolonila Belanda. Sebagai salah satu negara yang pernah menduduki Indonesia
selama 350 tahun, secara langsung dan tidak langsung ciri arsitektur Indonesia
terpengaruh oleh ciri arsitektur Belanda. Arsitektur kolonial Belanda di
Indonesia sampai sekarang masih banyak mendominasi pemandangan kota-kota besar
seperti Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya.
Stasiun
Gubeng lama sendiri mengadopsi dari arsitektur “Empire Style” (gaya imperial).
Berikut ini berbagai ciri dari arsitektur gaya imperial :
penggunaan banyak gevel pada bagian
depannya.
warna dominan putih.
atap datar.
penggunaan pilar-pilar pada pintu masuk atau
tempat strategis lainnya.
volume bangunan yang berbentuk kubus.
Karakter
arsitektur bangunan pintu utama Stasiun Gubeng Lama tampak begitu kokoh namun
terkesan terbuka karena di sampingnya berjejer jendela-jendela lengkung yang
berderet di sepanjang teras. Jendela-jendela tersebut dihiasi jalusi dengan
ornamen berpola floral yang merupakan ciri seni dekorasi Art Noveau yang
populer pada akhir abad 18.
Gaya
imperial pertama kali dipopulerkan oleh orang belanda bernama daendles.
Perkembangan gaya imperial disurabaya dimulai dengan pembangunan gedung bekas
tempat “penguasa Jawa bagian Timur” (gezaghebber) di daerah Simpang
(sekarang Jl. Pemuda), dimana ia sering menginap disana. Gedung tersebut
dibangun dengan gaya “Indische Empire”. Setelah pembangunan gedung ini
ribuan bangunan di Surabaya dibangun dengan gaya “Indische Empire”.
Sebagai contoh misalnya: Gedung “Raad van Justitie” (dibangun th. 1890
an), yang merupakan gedung pemerintahan penting di Surabaya juga bergaya
arsitektur “Indische Empire”. Gedung pemerintahan lain, seperti Kantor
Pos & Tilgram24 yang lama (dibangun th 1908) di Jl. Bibis no.60 juga
dibangun dengan gaya “Indische Empire” Ternyata pengaruh arsitektur
dengan gaya “Indische Empire” tersebut sangat populer sepanjang abad ke
19.
0 komentar:
Posting Komentar