Rabu, 16 September 2015

MATERI KERAJAAN HINDU BUDHA KELAS X

Diposting oleh Pernak Pernik Sejarah di 18.12
Buku Siswa
Kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha
I.              Mengamati Lingkungan

Mungkin kamu pernah  mendengar atau malah sudah pernah berkunjung di suatu tempat atau yang disebut Trowulan di Mojokerto. Kompleks  Trowulan inilah yang  diperkirakan  dulu  menjadi  pusat pemerintahan Majapahit.  Beberapa  situs yang dapat  kita temukan sekarang  misalnya ada pendhopo, segaran, Candi Bajang Ratu dan sebagainya. Kamu bayangkan Majapahit  tempo  dulu  merupakan kerajaan yang luas dan sudah menjalin kerja sama dengan kerajaan- kerajaan  di luar Kepulauan  Indonesia.  Bahkan Mohammad Yamin menyebut Kerajaan Majapahit itu sebagai Kerajaan Nasional kedua. Bayangkan  pula  tokoh  besar  seperti  Patih Gajah  Mada  dan  Raja Hayam  Wuruk  yang  berhasil  mempersatukan  Nusantara. Bahkan hingga  saat ini kebesaran Patih Gajah Mada  masih melekat  dalam ingatan kita, hingga makam Patih Gajah Mada oleh masyakarat Lombok Timur dipercaya berada  di kompleks pemakaman Raja Selaparang.  Cerita  kebesaran Patih Gajah  Mada  juga  terdapat di daerah  lain. Nah, itulah salah satu  kisah kecil Kerajaan Majapahit, Satu  di  antara   kerajaan  Hindu-Buddha  di  Nusantara. Berikut  ini kita  akan  mempelajari  perkembangan beberapa kerajaan  Hindu- Buddha.

II.          Memahami Teks
1.      Kerajaan Kutai


Untuk memahami perkembangan Kerajaan  Kutai itu, tentu memerlukan  sumber  sejarah  yang dapat  menjelaskannya. Sumber sejarah  Kutai yang utama  adalah  prasasti yang disebut  yupa, yaitu berupa   batu   bertulis.  Yupa   juga  sebagai   tugu   peringatan  dari upacara  kurban. Yupa ini dikeluarkan pada masa pemerintahan raja Mulawarman. Prasasti yupa ditulis dengan huruf pallawa dan bahasa sanskerta. Dengan melihat bentuk  hurufnya,  para ahli berpendapat bahwa  yupa dibuat  sekitar abad ke-5 M.
Yang menarik  dalam  prasasti  itu juga  disebut  nama  kakek Mulawarman yang bernama Kudungga. Kudungga berarti penguasa lokal, dan  yang  setelah  terkena  pengaruh Hindu-Buddha  daerah tersebut  berubah  menjadi   kerajaan.   Namanya   tetap   Kudungga berbeda dengan nama  putranya  yang bernama Aswawarman dan cucunya yang bernama Mulawarman. Oleh karena itu yang terkenal sebagai wam sakerta  adalah Aswawarman. Coba pelajaran apa yang dapat  kita peroleh  dengan persoalan  nama  di dalam satu keluarga Kudungga  itu?
Satu  di antara  yupa itu memberi  informasi  penting  tentang silsilah Raja Mulawarman. Diterangkan             bahwa Kudungga mempunyai  putra  bernama Aswawarman. Raja Aswawarman dikatakan  seperti  Dewa Ansuman  (Dewa Matahari).  Aswawarman mempunyai  tiga  anak,  tetapi  yang  terkenal  adalah  Mulawarman. Raja Mulawarman dikatakan  sebagai  raja yang terbesar  di Kutai. Ia pemeluk agama  Hindu-Siwa yang setia. Tempat sucinya dinamakan Waprakeswara Ia  juga   dikenal   sebagai   raja yang sangat  dekat dengan kaum brahmana dan rakyat.   Raja  Mulawarman  sangat   dermawan. Ia mengadakan kurban  emas  dan  20.000 ekor lembu   untuk   para   brahmana.  Oleh   karena itu, sebagai rasa terima kasih dan peringatan mengenai upacara  kurban,  para brahmana mendirikan  sebuah  yupa.
Pada masa pemerintahan Mulawarman, Kutai mengalami zaman keemasan. Kehidupan ekonomi pun mengalami perkembangan. Kutai terletak di tepi sungai, sehingga masyarakatnya melakukan pertanian. Selain itu, mereka banyak yang melakukan  perdagangan. Bahkan diperkirakan  sudah terjadi hubungan dagang dengan luar. Jalur perdagangan internasional dari India melewati Selat Makassar, terus ke Filipina dan  sampai di  Cina. Dalam pelayarannya dimungkinkan para pedagang itu singgah terlebih dahulu di Kutai. Dengan demikian, Kutai semakin ramai dan rakyat hidup makmur.

2.      Kerajaan Tarumanegara

Sejarah  tertua  yang  berkaitan dengan pengendalian banjir dan sistem pengairan adalah   pada  masa Kerajaan Tarumanegara.
Untuk   mengendalikan  banjir   dan pertanian  yang   diduga    di wilayah Jakarta saat ini, maka Raja Purnawarman menggali  sungai Candrabaga. Setelah  selesai melakukan  penggalian sungai  maka raja mempersembahkan 1.000  ekor lembu pada brahmana. Berkat sungai itulah penduduk Tarumanegara menjadi makmur.  Siapakah Raja Purnawarman itu?
Purnawarman   adalah    raja   terkenal    dari   Tarumanegara. Perlu  kamu  pahami  bahwa   setelah  Kerajaan  Kutai  berkembang di Kalimantan Timur, di Jawa bagian barat muncul Kerajaan Tarumanegara. Kerajaan  ini terletak  tidak  jauh  dari  pantai  utara Jawa  bagian  Barat. Berdasarkan  prasasti-prasasti yang  ditemukan letak pusat  Kerajaan Tarumanegara diperkirakan  di antara  Sungai Citarum  dan  Cisadane.  Kalau mengingat namanya  Tarumanegara, dan kata taruma mungkin berkaitan dengan kata tarum yang artinya nila. Kata tarum dipakai sebagai nama sebuah  sungai di Jawa Barat, yakni Sungai Citarum. Mungkin juga letak Tarumanegara dekat dengan  aliran  Sungai  Citarum.   Kemudian   berdasarkan  Prasasti Tugu, Purbacaraka  memperkirakan pusatnya  ada di daerah  Bekasi.
Sumber sejarah  Tarumanegara yang utama  adalah  beberapa prasasti  yang  telah  ditemukan. Berkaitan  dengan perkembangan Kerajaan Tarumanegara, telah ditemukan tujuh buah prasasti. Prasasti-prasasti  itu  berhuruf   pallawa  dan  berbahasa sansekerta. Ketujuh prasasti itu adalah:
1.      Prasasti Ciareteun
Prasasti  ini ditemukan di  tepi  Sungai  Citarum  di  dekat muaranya  yang  mengalir  ke Sungai  Cisadane,  di daerah Bogor. Pada prasasti ini dipahatkan sepasang telapak kaki Raja Purnawarman.
2.      Prasati Kebon Kopi
Prasasti   Kebon   Kopi  ditemukan  di   Kampung   Muara Hilir, Kecamatan  Cibungbulang, Bogor.  Pada  prasasti  ini ada  pahatan gambar   tapak  kaki gajah  yang  disamakan dengan tapak kaki gajah Airawata (gajah kendaraan Dewa Wisnu).
3.      Prasasti Jambu
Prasasti ini ditemukan di perkebunan Jambu, Bukit Koleangkok,  kira-kira 30 km sebelah  barat  Bogor. Dalam prasasti   itu  diterangkan  bahwa   Raja  Purnawarman  itu gagah,   pemimpin   yang  termasyhur dan  baju  zirahnya tidak dapat  ditembus  senjata musuh.
4.      Prasasti Tugu
Prasasti Tugu ditemukan di Desa Tugu, Cilincing Jakarta. Prasasti ini menerangkan tentang penggalian saluran Gomati dan Sungai Candrabhaga. Mengenai  nama Candrabhaga, Purbacaraka  mengartikan candra  = bulan =  sasi.  Candrabhaga menjadi  sasibhaga   dan  kemudian menjadi Bhagasasi - bagasi, akhirnya menjadi Bekasi.
5.      Prasasti Pasir Awi
Prasasti Pasir Awi ditemukan di daerah  Bogor.
6.      Prasasti Muara Cianten
Prasasti Muara Cianten ditemukan di daerah  Bogor.
7.      Prasasti Lebak
Prasasti Lebak ditemukan di tepi Sungai Cidanghiang, Kecamatan Muncul, Banten Selatan. Prasasti ini menerangkan tentang keperwiraan, keagungan, dan keberanian Purnawarman sebagai raja dunia.

Di samping beberapa prasasti tersebut, berita Cina juga dapat dijadikan sumber  sejarah  Kerajaan Tarumanegara. Terutama berita yang disampaikan oleh seorang  musafir Cina yang bernama Fa-Hien yang berkunjung ke Jawa. Ia telah menyebut adanya Kerajaan To-lo- mo atau Taruma.
Kerajaan Tarumanegara mulai berkembang pada  abad ke-5 M. Raja yang sangat  terkenal  adalah  Purnawarman. Ia dikenal  sebagai  raja  yang  gagah  berani  dan  tegas.  Ia juga dekat  dengan para  brahmana, pangeran, dan  rakyat. Ia raja yang  jujur,  adil, dan  arif di dalam  memerintah.  Daerahnya cukup luas sampai ke daerah  Banten. Kerajaan Tarumanegara telah   menjalin  hubungan  dengan  kerajaan   lain,  misalnya dengan Cina.
Dalam kehidupan agama,  sebagian  besar  masyarakat Tarumanegara memeluk agama Hindu. Sedikit yang beragama Buddha dan masih ada yang mempertahankan agama  nenek moyang  (animisme). Berdasarkan  berita  dan  Fa-Hien, di To- lo-mo ada  tiga agama,  yakni agama  Hindu, agama  Buddha dan kepercayaan animisme. Raja memeluk  agama  Hindu. Sebagai  bukti,  pada  prasasti  Ciareteun  ada  tapak    kaki raja yang  diibaratkan   tapak   kaki  Dewa  Wisnu.  Sumber   Cina lainnya menyatakan bahwa,  pada  masa  Dinasti T’ang terjadi hubungan perdagangan dengan Jawa.  Barang-barang yang diperdagangkan adalah kulit penyu, emas, perak, cula badak, dan  gading  gajah.  Penduduk    daerah  itu pandai  membuat minuman  keras yang terbuat dari bunga  kelapa.
Rakyat Tarumanegara hidup aman dan tenteram. Pertanian  merupakan mata  pencaharian pokok.  Di samping itu, perdagangan juga berkembang. Kerajaan Tarumanegara mengadakan hubungan dagang dengan Cina dan India.

3.      Kerajaan Sriwijaya

Sejak permulaan tarikh  Masehi,  hubungan dagang antara, India  dengan Kepulauan   Indonesia  sudah   ramai.  Daerah  pantai timur  Sumatra  menjadi  jalur perdagangan yang  ramai  dikunjungi para   pedagang.  Kemudian,   muncul   pusat-pusat  perdagangan yang   berkembang  menjadi   pusat   kerajaan.    Kerajaan-kerajaan kecil di pantai  Sumatra  bagian  timur sekitar abad  ke-7, antara  lain Tulangbawang, Melayu, dan Sriwijaya. Dari ketiga kerajaan itu, yang kemudian  berhasil berkembang dan mencapai  kejayaannya  adalah Sriwijaya. Kerajaan Melayu juga sempat  berkembang, dengan pusatnya  di Jambi.
Pada tahun 692 M, Sriwijaya mengadakan ekspansi ke daerah sekitar  Melayu.  Melayu dapat  ditaklukkan  dan  berada  di bawah kekuasaan Sriwijaya. Letak pusat  Kerajaan  Sriwijaya ada  berbagai pendapat. Ada yang berpendapat bahwa  pusat  Kerajaan Sriwijaya ada  di Palembang,  ada  yang  berpendapat di Jambi,  bahkan  ada yang  berpendapat di luar Indonesia.  Akan tetapi,  pendapat  yang banyak didukung  oleh para ahli, pusat  Kerajaan Sriwijaya adalah di Palembang,  di dekat  pantai  dan  di tepi Sungai Musi. Ketika pusat Kerajaan Sriwijaya di Palembang  mulai menunjukkan kemunduran, Sriwijaya berpindah ke Jambi.
Sumber   sejarah   Kerajaan   Sriwijaya  yang   penting   adalah prasasti.  Prasasti-prasasti  itu ditulis dengan huruf  Pallawa. Bahasa yang dipakai Melayu Kuno. Beberapa prasasti itu antara  lain sebagai berikut.
1.      Prasasti Kedukan Bukit
Prasasti Kedukan  Bukit ditemukan di tepi  Sungai  Tatang, dekat  Palembang.  Prasasti ini berangka tahun  605  Saka (683  M). Isinya antara  lain menerangkan bahwa  seorang bernama Dapunta  Hyang mengadakan perjalanan  suci (siddhayatra) dengan menggunakan perahu.  Ia berangkat dari Minangatamwan dengan membawa tentara 20.000 personel.
2.      Prasasti Talang Tuo
Prasasti Talang Tuo ditemukan di sebelah barat Kota Palembang   di  daerah   Talang  Tuo.  Prasasti  ini berangka tahun   606  Saka  (684  M).  Isinya menyebutkan tentang pembangunan  sebuah    taman    yang   disebut   Sriksetra. Taman ini dibuat  oleh Dapunta  Hyang Sri Jayanaga.
3.      Prasasti Telaga Batu
Prasasti Telaga Batu ditemukan di Palembang.  Prasasti ini tidak  berangka tahun.  Isinya terutama tentang kutukan-kutukan  yang menakutkan bagi mereka yang berbuat kejahatan.
4.      Prasasti Kota Kapur
Prasasti Kota Kapur ditemukan di Pulau Bangka, berangka tahun   608   Saka  (656  M).  Isinya terutama  permintaan kepada  para dewa untuk menjaga  kedatuan Sriwijaya, dan menghukum setiap orang yang bermaksud jahat.
5.      Prasasti Karang Berahi
Prasasti  Karang  Berahi  ditemukan  di  Jambi,  berangka tahun  608  saka  (686  M). Isinya sama  dengan isi Prasasti Kota Kapur.Beberapa prasasti yang lain, yakni Prasasti Ligor berangka tahun  775 M ditemukan di Ligor, Semenanjung Melayu, dan  Prasasti Nalanda  di India Timur. Di samping prasasti-prasasti tersebut,  berita   Cina  juga  merupakan sumber  sejarah  Sriwijaya yang  penting.   Misalnya  berita dari I-tsing, yang pernah  tinggal di Sriwijaya.
Ada beberapa faktor  yang mendorong perkembangan Sriwijaya antara  lain:
a. Letak geografis  dari Kota Palembang.  Palembang  sebagai pusat   pemerintahan  terletak   di  tepi   Sungai   Musi.  Di depan  muara  Sungai Musi terdapat pulau-pulau yang berfungsi  sebagai  pelindung  pelabuhan di Muara  Sungai Musi.  Keadaan  seperti  ini sangat   tepat   untuk  kegiatan pemerintahan dan pertahanan. Kondisi itu pula menjadikan Sriwijaya sebagai jalur perdagangan internasional dari India ke Cina, atau  sebaliknya. Juga kondisi sungai-sungai yang besar, perairan laut yang cukup tenang, serta penduduknya yang berbakat sebagai pelaut ulung.
b. Runtuhnya Kerajaan Funan di Vietnam akibat serangan Kamboja.  Hal  ini  telah  memberi   kesempatan  Sriwijaya untuk cepat berkembang sebagai negara  maritim.
Kerajaan   Sriwijaya  mulai   berkembang  pada    abad ke-7. Pada awal perkembangannya, rajanya disebut  dengan Dapunta  Hyang.  Dalam  Prasasti Kedukan  Bukit dan  Talang Tuo telah  ditulis sebutan Dapunta  Hyang. Pada  abad  ke-7, Dapunta  Hyang banyak melakukan  usaha perluasan  daerah.
Daerah-daerah   yang   berhasil   dikuasai   antara    lain sebagai berikut.
a.       Tulang-Bawang yang terletak di daerah  Lampung.
b.      Daerah Kedah yang terletak  di pantai  barat  Semenanjung Melayu. Daerah ini sangat  panting  artinya bagi usaha pengembangan   perdagangan  dengan  India.   Menurut I-tsing,  penaklukan  Sriwijaya  atas   Kedah   berlangsung antara  tahun  682-685 M.
c.       Pulau Bangka yang terletak di pertemuan jalan perdagangan internasional,  merupakan daerah  yang sangat  penting. Daerah  ini dapat   dikuasai  Sriwijaya pada  tahun   686  M berdasarkan Prasasti Kota Kapur. Sriwijaya juga diceritakan berusaha   menaklukkan  Bhumi   Java   yang   tidak   setia kepada  Sriwijaya. Bhumi Java yang dimaksud adalah Jawa, khususnya Jawa bagian barat.
d.      Daerah  Jambi terletak  di tepi  Sungai  Batanghari.  Daerah ini  memiliki kedudukan  yang  penting,   terutama  untuk memperlancar perdagangan di pantai  timur Sumatra. Penaklukan ini dilaksanakan kira-kira tahun 686 M (Prasasti Karang Berahi).
e.       Tanah  Genting   Kra  merupakan  tanah   genting   bagian utara  Semenanjung Melayu.  Kedudukan   Tanah Genting Kra sangat  penting.  Jarak antara  pantai  barat  dan  pantai timur   di  tanah   genting   sangat   dekat,   sehingga   para pedagang  dari  Cina  berlabuh   dahulu   di  pantai   timur dan  membongkar barang  dagangannya untuk  diangkut dengan pedati ke pantai barat.  Kemudian mereka berlayar ke India. Penguasaan Sriwijaya atas Tanah Genting Kra dapat  diketahui dari Prasasti Ligor yang berangka tahun  775 M.
f.       Kerajaan   Kaling  dan   Mataram   Kuno.
Menurut berita Cina, diterangkan adanya serangan dari barat,  sehingga  mendesak Kerajaan Kaling pindah ke sebelah timur. Diduga yang melakukan serangan adalah Sriwijaya. Sriwijaya ingin menguasai  Jawa bagian  tengah karena  pantai  utara  Jawa bagian tengah juga merupakan jalur perdagangan yang penting.
Sriwijaya terus melakukan perluasan daerah, sehingga  Sriwijaya menjadi  kerajaan  yang  besar. Untuk  lebih  memperkuat pertahanannya, pada tahun  775  M dibangunlah sebuah  pangkalan di daerah  Ligor. Waktu itu yang menjadi raja adalah Darmasetra.
Raja yang  terkenal  dari  Kerajaan  Sriwijaya adalah   Balaputradewa.  Ia  memerintah   sekitar abad ke-9 M. Pada masa pemerintahannya, Sriwijaya berkembang pesat dan mencapai  zaman keemasan. Balaputradewa adalah keturunan dari Dinasti Syailendra, yakni putra dari Raja Samaratungga dengan Dewi Tara dari  Sriwijaya. Hal tersebut diterangkan dalam  Prasasti Nalanda. Balaputradewa  adalah seorang raja yang besar di Sriwijaya. Raja Balaputradewa menjalin hubungan erat dengan Kerajaan Benggala yang saat itu diperintah oleh Raja Dewapala Dewa. Raja ini menghadiahkan sebidang tanah kepada Balaputradewa untuk  pendirian  sebuah  asrama  bagi  para  pelajar dan mahapeserta didik yang sedang belajar di Nalanda, yang dibiayai oleh Balaputradewa, sebagai “dharma”. Hal itu tercatat dengan baik dalam  Prasasti Nalanda,  yang saat  ini berada  di Universitas Nawa Nalanda,  India. Bahkan  bentuk  asrama  itu mempunyai  kesamaan arsitektur dengan Candi Muara Jambi, yang berada di Provinsi Jambi saat  ini. Hal tersebut menandakan Sriwijaya memperhatikan ilmu pengetahuan, terutama pengetahuan agama  Buddha  dan  bahasa Sanskerta bagi generasi mudanya.
Pada  tahun  990  M yang  menjadi  Raja Sriwijaya adalah  Sri Sudamaniwarmadewa. Pada masa pemerintahan raja itu terjadi serangan  Raja  Darmawangsa  dari   Jawa   bagian   Timur.   Akan tetapi,  serangan itu berhasil digagalkan  oleh tentara Sriwijaya. Sri Sudamaniwarmadewa kemudian digantikan oleh putranya yang bernama  Marawijayottunggawarman. Pada masa pemerintahan Marawijayottunggawarman, Sriwijaya membina  hubungan dengan Raja Rajaraya I  dari  Colamandala. Pada  masa  itu,  Sriwijaya terus mempertahankan kebesarannya.
Untuk mengurus setiap  daerah  kekuasaan Sriwijaya, dipercayakan kepada seorang Rakryan (wakil raja di daerah). Dalam hal ini Sriwijaya sudah mengenal struktur pemerintahan.
Pada   mulanya   penduduk   Sriwijaya  hidup   dengan bertani.    Akan   tetapi    karena    Sriwijaya  terletak    di   tepi Sungai   Musi  dekat   pantai,   maka   perdagangan   menjadi cepat berkembang. Perdagangan kemudian  menjadi mata pencaharian pokok.  Perkembangan perdagangan  didukung oleh  keadaan dan  letak  Sriwijaya yang  strategis.   Sriwijaya terletak  di  persimpangan jalan  perdagangan internasional. Para pedagang Cina yang  akan  ke India singgah  dahulu  di Sriwijaya, begitu  juga para pedagang dan India yang akan ke Cina. Di Sriwijaya para  pedagang melakukan  bongkar  muat barang  dagangan. Dengan demikian, Sriwijaya semakin ramai dan berkembang menjadi pusat perdagangan. Sriwijaya mulai menguasai   perdagangan nasional  maupun internasional   di kawasan   perairan  Asia Tenggara. Perairan  di Laut Natuna, Selat Malaka,  Selat Sunda,  dan  Laut Jawa berada  di bawah kekuasaan Sriwijaya.
Tampilnya Sriwijaya sebagai pusat perdagangan, memberikan kemakmuran bagi rakyat dan  negara  Sriwijaya. Kapal-kapal  yang  singgah   dan  melakukan   bongkar   muat, harus  membayar  pajak. Dalam kegiatan  perdagangan, Sriwijaya mengekspor gading,  kulit, dan  beberapa jenis binatang liar, sedangkan barang  impornya antara  lain beras, rempah-rempah, kayu manis, kemenyan, emas,  gading,  dan binatang.
Perkembangan tersebut telah memperkuat kedudukan Sriwijaya sebagai  kerajaan  maritim. Kerajaan maritim adalah kerajaan yang mengandalkan perekonomiannya dari kegiatan perdagangan dan hasil-hasil laut.             Untuk memperkuat kedudukannya, Sriwijaya membentuk armada  angkatan laut yang kuat. Melalui armada  angkatan laut yang kuat Sriwijaya mampu  mengawasi perairan  di Nusantara. Hal ini sekaligus merupakan  jaminan  keamanan  bagi  para  pedagang  yang ingin berdagang dan berlayar di wilayah perairan Sriwijaya.
Dalam  kaitannya  dengan perkembangan agama   dan kebudayaan Buddha,  di Sriwijaya ditemukan beberapa peninggalan. Misalnya, Candi Muara Takus, yang ditemukan dekat  Sungai  Kampar  di daerah  Riau. Kemudian  di daerah Bukit Siguntang  ditemukan arca  Buddha.  Pada  tahun  1006 Sriwijaya juga telah membangun wihara sebagai  tempat suci agama  Buddha di Nagipattana, India Selatan. Hubungan Sriwijaya dengan India Selatan waktu itu sangat  erat.
Bangunan  lain yang sangat  penting  adalah  Biaro Bahal yang  ada  di Padang  Lawas, Tapanuli Selatan.  Di tempat ini pula terdapat bangunan wihara.
Kerajaan Sriwijaya akhirnya   mengalami  kemunduran karena beberapa hal antara  lain :
a.                  Keadaan sekitar Sriwijaya berubah, tidak lagi dekat dengan pantai.  Hal ini disebabkan aliran Sungai Musi, Ogan,  dan Komering banyak membawa lumpur. Akibatnya. Sriwijaya tidak baik untuk perdagangan.
b.                 Banyak daerah  kekuasaan Sriwijaya yang melepaskan diri.
Hal ini disebabkan terutama karena melemahnya angkatan laut Sriwijaya, sehingga  pengawasan semakin sulit.
c.                  Dari segi  politikbeberapa kali Sriwijaya mendapat serangan dari kerajaan-kerajaan lain. Tahun 1017 M Sriwijaya mendapat serangan dari Raja Rajendracola dari Colamandala, namun Sriwijaya masih dapat bertahan. Tahun 1025 serangan itu diulangi, sehingga Raja Sriwijaya, Sri Sanggramawijayattunggawarman ditahan oleh pihak Kerajaan Colamandala. Tahun 1275, Raja Kertanegara dari Singhasari melakukan Ekspedisi Pamalayu. Hal itu menyebabkan daerah  Melayu lepas. Tahun 137armada  angkatan laut Majapahit menyerang Sriwijaya.  Serangan  inmengakhiri riwayat Kerajaan Sriwijaya.

4.      Kerajaan Mataram Kuno

Pada pertengahan abad  ke-8 di Jawa bagian  tengah berdiri sebuah kerajaan baru. Kerajaan itu kita kenal dengan nama Kerajaan Mataram  Kuno. Mengenai  letak dan pusat Kerajaan Mataram  Kuno tepatnya belum  dapat  dipastikan.  Ada  yang  menyebutkan pusat kerajaan  di Medang  dan  terletak  di Poh Pitu. Sementara itu letak Poh Pitu sampai  sekarang  belum jelas. Keberadaan lokasi kerajaan itu dapat  diterangkan berada di sekeliling pegunungan, dan sungai- sungai.   Di  sebelah   utara   terdapat  Gunung   Merapi,   Merbabu, Sumbing,   dan   Sindoro;  di  sebelah   barat   terdapat  Pegunungan Serayu; di sebelah  timur terdapat Gunung  Lawu, serta  di sebelah selatan  berdekatan dengan Laut Selatan  dan  Pegunungan  Seribu. Sungai-sungai  yang ada,  misalnya Sungai Bogowonto, Elo, Progo, Opak, dan Bengawan  Solo. Letak Poh Pitu mungkin di antara  Kedu sampai sekitar Prambanan.
Untuk mengetahui perkembangan Kerajaan  Mataram  Kuno dapat   digunakan  sumber   yang  berupa   prasasti.   Ada  beberapa prasasti   yang   berkaitan    dengan  Kerajaan   Mataram    Kuno   di antaranya Prasasti Canggal,  Prasasti Kalasan, Prasasti Klura, Prasasti Kedu atau Prasasti Balitung. Di samping beberapa prasasti tersebut, sumber  sejarah  untuk  Kerajaan  Mataram  Kuno juga  berasal  dari berita Cina.
Sebelum  Sanjaya berkuasa  di Mataram  Kuno, di Jawa sudah   berkuasa   seorang   raja   bernama  Sanna.   Menurut prasasti  Canggal  yang berangka tahun  732  M, diterangkan bahwa Raja Sanna telah digantikan oleh Sanjaya. Raja Sanjaya adalah putra Sanaha,  saudara  perempuan dari Sanna.
Dalam Prasasti Sojomerto yang ditemukan di Desa Sojomerto, Kabupaten Batang, disebut nama Dapunta Syailendra yang beragama Syiwa (Hindu). Diperkirakan Dapunta  Syailendra berasal  dari Sriwijaya dan  menurunkan Dinasti Syailendra yang berkuasa di Jawa bagian tengah. Dalam hal  ini Dapunta   Syailendra  diperkirakan  yang  menurunkan Sanna, sebagai raja di Jawa. Sanjaytampil  memerintaKerajaan  Matara Kuno pada  tahun  717  - 780  M. Ia melanjutkan kekuasaan Sanna. Sanjaya kemudian melakukan penaklukan terhadap raja-raja kecil bekas bawahan Sanna yang melepaskan diri. Setelah itu, pada  tahun  732  M Raja Sanjaya mendirikan bangunan suci sebagai tempat pemujaan. Bangunan ini berupa  lingga dan berada   di atas  Gunun Wukir (Bukit Stirangga). Bangunan suci itu merupakan lambang keberhasilan Sanjaya dalam menaklukkan raja-raja lain.
Raja Sanjaya bersikap arif, adil dalam memerintah, dan memiliki pengetahuan luas. Para pujangga dan rakyat hormat kepada  rajanya. Oleh karenitu, di bawah  pemerintahan Raja Sanjaya, kerajaan menjadi aman  datenteram. Rakyat hidup makmur.  Mata pencaharian penting adalah pertanian dengan hasiutam padiSanjayjugdikenal  sebagarajyang paham  akan isi kitab-kitab suci. Bangunan suci dibangun oleh Sanjaya untuk pemujaan lingga di atas Gunung  Wukir, sebagai lambang telah ditaklukkannya raja-raja kecil di sekitarnya yang dulu mengakui kemaharajaan Sanna.
Setelah Raja Sanjaya wafatia digantikan oleh putranya bernama Rakai Panangkaran. Panangkaran mendukung adanya perkembangan agama  Buddha. Dalam Prasasti Kalasan yang berangka tahun  778, Raja Panangkaran telah memberikan hadiah tanah  damemerintahkan membangun sebuah  candi untuDewi Tara dan sebuah  biara untupara pendeta agama Buddha. Tanah dabangunan tersebut terletak di Kalasan. Prasasti Kalasan juga menerangkan bahwa  Raja Panangkaran disebut dengan nama Syailendra Sri Maharaja Dyah Pancapana Rakai Panangkaran. Raja Panangkaran kemudian memindahkan pusat pemerintahannya ke arah timur.
Raja Panangkaran dikenal  sebagai penakluk yang gagah  berani bagi musuh- musuh kerajaan. Daerahnya bertambah luas. Ia juga disebut sebagai   permata dari Dinasti Syailendra. Agama Buddha Mahayana waktu itu berkembang pesat. Ia juga memerintahkan didirikannya bangunan-bangunan suci. Misalnya, candi Kalasan dan arca Manjusri.
Setelah kekuasaan Penangkaran berakhir, timbul  persoalan dalam keluarga Syailendra, karena adanya perpecahan antara anggota  keluarga yang sudah  memeluk  agama  Buddha dengan keluarga  yang masih  memeluk  agama  Hindu (Syiwa). Hal ini menimbulkan perpecahan di dalam pemerintahan Kerajaan Mataram  Kuno. Satu  pemerintahan dipimpin oleh tokoh-tokoh kerabat istana yang menganut agama Hindu berkuasa di daerah Jawa bagian utara.  Kemudian keluarga yang terdiri atas tokoh-tokoh yang beragama Buddha  berkuasa  di daerah  Jawa bagian  selatan. Keluarga Syailendra yang beragama Hindu meninggalkan bangunan-bangunan candi  di Jawa  bagian  utara.  Misalnya, candi-candi   kompleks   Pegunungan  Dieng   (candi   Dieng) dan  kompleks  Candi  Gedongsongo. Kompleks candi  Dieng memakai nama-nama tokoh wayang seperti Candi Bima, Puntadewa, Arjuna, dan Semar.
Sementara yang beragama Buddha meninggalkan candi-candi seperti Candi Ngawen,  Mendut, Pawon  dan  Borobudur. candi          Borobudur diperkirakan          mulai dibangun oleh  Samaratungga pada  tahun 824 M. Pembangunan kemudian dilanjutkan pada zaman Pramudawardani dan Pikatan.
Candi borobudur
Perpecahan di dalam  keluarga  Syailendra tidak berlangsung lama. Keluarga itu akhirnya bersatu kembali. Hal ini ditandai dengan perkawinan  Rakai  Pikatan  dan  keluarga   yang  beragama  Hindu dengan Pramudawardani, putri dari Samaratungga. Perkawinan itu terjadi  pada  tahun  832  M. Setelah  itu, Dinasti Syailendra bersatu kembali di bawah  pemerintahan Raja Pikatan.
Candi prambanan
Setelah Samaratungga wafat, anaknya dengan Dewi Tara yang bernama Balaputradewa menunjukkan sikap menentang terhadap Pikatan.  Kemudian   terjadi  perang   perebutan  kekuasaan antara Pikatan  dengan Balaputradewa. Dalam perang  ini Balaputradewa membuat benteng  pertahanan di  perbukitan   di  sebelah  selatan Prambanan. Benteng  ini sekarang  kira kenal  dengan candi  Boko. Dalam  pertempuran,  Balaputradewa terdesak   dan  melarikan  diri ke Sumatra.  Balaputradewa kemudian  menjadi raja di Kerajaan Sriwijaya.
Kerajaan Mataram Kuno daerahnya bertambah luas. Kehidupan agama   berkembang  pesat tahun 856. Rakai Pikatan turun  takhta  dan  digantikan  oleh Kayuwangi atau  Dyah Lokapala. Kayuwangi kemudian  digantikan  oleh Dyah Balitung. Raja Balitung merupakan raja yang  terbesar. Ia memerintah pada  tahun  898-911  M dengan gelar Sri Maharaja  Rakai Wafukura  Dyah Balitung Sri Dharmadya  Mahasambu. Pada pemerintahan Balitung bidang- bidang  politik, pemerintahan, ekonomi,  agama,  dan  kebudayaan mengalami kemajuan. Ia telah membangun candi Prambanan sebagai candi yang anggun dan megah. Relief-reliefnya sangat indah.
Sesudah Balitung Kerajaan Mataram mulai mundur. Raja yang berkuasa setelah Balitung adalah Daksa, Tulodong, dan Wawa. Beberapa  faktor  yang  menyebabkan kemunduran Mataram Kuno antara lain adanya  bencana alam dan ancaman dari musuh  yaitu Kerajaan Sriwijaya.
Kekuasaan Dinasti Isyana
Pertentangan di antara  keluarga  Mataram, tampaknyaterus berlangsung hingga  masa  pemerintahan Mpu Sindok pada  tahun 929 M. Pertikaian yang tidak pernah berhenti itu menyebabkan Mpu Sindok memindahkan ibu kota kerajaan dari Medang ke Daha (Jawa Timur) dan mendirikan dinasti baru yaitu Dinasti Isyanawangsa. Disamping karena  pertentangan keluarga,  pemindahan pusat kerajaan  juga dikarenakan kerajaan  mengalami  kehancuran akibat letusan  Gunung  Merapi. Berdasarkan prasasti,  pusat  pemerintahan Keluarga Isyana terletak di Tamwlang. Letak Tamwlang diperkirakan dekat  Jombang, sebab  di Jombang  masih ada desa yang namanya mirip, yakni desa  Tambelang. Daerah  kekuasaannya meliputi Jawa bagian timur, Jawa bagian tengah, dan Bali.
Setelah Mpu Sindok meninggal,  ia digantikan  oleh anak perempuannya bernama Sri Isyanatunggawijaya. Ia naik takhta  dan kawin dengan Sri Lokapala. Dari perkawinan ini lahirlah putra yang bernama Makutawangsawardana. Makutawangsawardana naik takhta  menggantikan ibunya. Kemudian pemerintahan dilanjutkan oleh Dharmawangsa.  Dharmawangsa Tguh yang memeluk  agama Hindu aliran Waisya. Pada masa pemerintahannya, Dharmawangsa Tguh  memerintahkan untuk  menyadur   kitab  Mahabarata  dalam bahasa   Jawa  Kuno.  Setelah  Dharmawangsa  Tguh  turun   takhta ia  digantikan   oleh  Raja Airlangga,  yang  saat  itu  usianya  masih 16 tahun.  Hancurnya kerajaan  Dharmawangsa menyebabkan Airlangga berkelana  ke hutan.  Selama di hutan  ia hidup  bersama pendeta sambil mendalami agama.  Airlangga kemudian  dinobatkan oleh  pendeta agama   Hindu  dan  Buddha  sebagai  raja.  Begitulah kehidupan agama  pada  masa  Mataram  Kuno.  Meskipun  mereka berbeda aliran dan keyakinan, penduduk Mataram  Kuno tetap menghargai perbedaan yang ada.
Setelah             dinobatkan      sebagai             raja,      Airlangga segera mengadakan pemulihan  hubungan baik dengan Sriwijaya, bahkan membantu Sriwijaya ketika  diserang  Raja Colamandala dari India Selatan.   Pada tahun  1037  M, Airlangga berhasil mempersatukan kembali daerah-daerah yang pernah  dikuasai oleh Dharmawangsa, meliputi  seluruh  Jawa  Timur. Airlangga   kemudian  memindahkan ibu kota kerajaannya  dari Daha ke Kahuripan.
Airlangga  memerintahkan  Mpu  Bharada   untuk   membagi dua  kerajaan.   Kerajaan  itu  adalah   Kediri dan  Janggala.   Hal itu dilakukan  untuk  mencegah terjadinya  perang   saudara   di  antara kedua  putranya  yang lahir dari selir. Kerajaan Janggala  di sebelah timur diberikan kepada  putra  sulungnya  yang bernama Garasakan (Jayengrana),  dengan ibukota  di Kahuripan  (Jiwana). Wilayahnya meliputi daerah sekitar Surabaya sampai Pasuruan, dan Kerajaan Panjalu (Kediri). Kerajaan Kediri di sebelah  barat  diberikan  kepada putra  bungsunya yang bernama Samarawijaya (Jayawarsa) dengan ibukota di Kediri (Daha), meliputi daerah  sekitar Kediri dan Madiun.
Kerajaan  Kediri adalah  kerajaan  pertama yang  mempunyai sistem administrasi   kewilayahan          negara berjenjang.       Hierarki kewilayahan dibagi atas tiga jenjang. Struktur paling bawah  dikenal dengan thani (desa). Desa ini terbagi  menjadi  bagian-bagian yang lebih kecil lagi yang dipimpin oleh seorang  duwan.   Setingkat  lebih tinggi di atasnya  disebut  wisaya, yaitu sekumpulan dari desa-desa. Tingkatan paling  tinggi  yaitu negara  atau  kerajaan  yang  disebut dengan bhumi.

5.      Kerajaan Kediri
Kehidupan politik pada bagian awal di Kerajaan Kediri ditandai dengan perang   saudara   antara   Samarawijaya  yang  berkuasa   di Panjalu  dan  Panji Garasakan  yang  berkuasa  di Jenggala.  Mereka tidak dapat  hidup berdampingan. Pada tahun  1052 M terjadi peperangan perebutan kekuasaan di antara kedua belah pihak. Pada tahap  pertama Panji Garasakan  dapat  mengalahkan Samarawijaya, sehingga Panji Garasakan berkuasa. Di Jenggala kemudian berkuasa raja-raja pengganti Panji Garasakan. Tahun 1059 M yang memerintah adalah  Samarotsaha. Akan tetapi  setelah  itu tidak terdengar berita mengenal Kerajaan Panjalu dan Jenggala. Baru pada tahun  1104 M tampil  Kerajaan  Panjalu sebagai  rajanya Jayawangsa. Kerajaan  ini lebih dikenal dengan nama  Kerajaan Kediri dengan ibu kotanya  di Daha.
Tahun 1117 M Bameswara tampil sebagai Raja Kediri Prasasti yang ditemukan, antara  lain Prasasti Padlegan  (1117 M) dan Panumbangan (1120  M). Isinya yang  penting  tentang pemberian status perdikan untuk beberapa desa.
Pada tahun  1135  M tampil raja yang sangat  terkenal,  yakni Raja Jayabaya. Ia meninggalkan tiga prasasti penting,  yakni Prasasti Hantang atau Ngantang (1135 M), Talan (1136 M) dan Prasasti Desa Jepun  (1144  M). Prasasti Hantang  memuat tulisan  panjalu  jayati, artinya  panjalu  menang. Hal itu  untuk  mengenang kemenangan Panjalu atas  Jenggala.  Jayabaya telah  berhasil mengatasi berbagai kekacauan di kerajaan.
Di  kalangan    masyarakat    Jawa,   nama    Jayabaya   sangat dikenal karena  adanya  Ramalan atau  Jangka Jayabaya. Pada masa pemerintahan Jayabaya telah digubah  Kitab Baratayuda  oleh Empu Sedah dan kemudian  dilanjutkan  oleh Empu Panuluh.
Sampai masa awal pemerintahan Jayabaya, kekacauan akibat   pertentangan  dengan  Janggala   terus   berlangsung. Baru pada  tahun  1135  M Jayabaya  berhasil  memadamkan kekacauan itu. Sebagai bukti, adanya  kata-kata panjalu jayati pada prasasti Hantang. Setelah kerajaan stabil, Jayabaya mulai menata dan mengembangkan kerajaannya.
Kehidupan Kerajaan Kediri menjadi teratur. Rakyat hidup makmur.  Mata  pencaharian yang  penting  adalah  pertanian dengan hasil  utamanya  padi.  Pelayaran  dan  perdagangan juga berkembang. Hal ini ditopang oleh Angkatan  Laut Kediri yang cukup  tangguh. Armada  laut Kediri mampu  menjamin keamanan perairan  Nusantara. Di Kediri telah  ada  Senopati Sarwajala  (panglima  angkatan laut).  Bahkan  Sriwijaya yang pernah  mengakui  kebesaran Kediri, yang telah mampu mengembangkan pelayaran      dan      perdagangan.   Barang perdagangan di Kediri antara  lain emas,  perak,  gading,  kayu cendana, dan pinang.  Kesadaran  rakyat tentang pajak sudah tinggi.   Rakyat  menyerahkan  barang   atau   sebagian   hasil buminya kepada  pemerintah.
Menurut berita Cina, dan kitab Ling-wai-tai-ta diterangkan bahwa dalam kehidupan sehari-hari orang-orang memakai   kain  sampai  di  bawah   lutut.   Rambutnya  diurai. Rumah-rumah  mereka bersih dan teratur,  lantainya ubin yang berwarna kuning dan hijau. Dalam perkawinan, keluarga pengantin wanita menerima mas kawin berupa emas. Rajanya berpakaian  sutera,   memakai   sepatu, dan  perhiasan   emas. Rambutnya  disanggul  ke  atas.  Kalau  bepergian, Raja naik gajah atau kereta yang diiringi oleh 500 sampai 700 prajurit.
Di bidang kebudayaan, yang menonjol adalah perkembangan seni sastra dan pertunjukan wayang. Di Kediri dikenal adanya  wayang panji.
Beberapa  karya sastra yang terkenal,  sebagai berikut.
1.      Kitab Baratayuda
Kitab Baratayudha ditulis pada zaman Jayabaya, untuk memberikan  gambaran terjadinya  perang  saudara  antara Panjalu melawan Jenggala. Perang saudara itu digambarkan dengan perang  antara  Kurawa dengan Pandawa yang masing-masing merupakan keturunan Barata.
2.      Kitab Kresnayana
Kitab Kresnayana ditulis oleh  Empu Triguna pada  zaman Raja Jayaswara. Isinya mengenai perkawinan antara Kresna dan Dewi Rukmini.
3.      Kitab Smaradahana
Kitab Smaradahana  ditulis pada  zaman  Raja Kameswari oleh Empu Darmaja. Isinya menceritakan tentang sepasang suami  istri Smara dan  Rati yang  menggoda Dewa  Syiwa yang sedang  bertapa. Smara dan Rail kena kutuk dan mati terbakar  oleh api (dahana) karena  kesaktian  Dewa Syiwa. Akan  tetapi,   kedua  suami  istri itu  dihidupkan   lagi  dan menjelma sebagai Kameswara dan permaisurinya.
4.      Kitab Lubdaka
Kitab Lubdaka  ditulis oleh  Empu  Tanakung  pada  zaman Raja Kameswara. Isinya tentang seorang pemburu bernama Lubdaka. Ia sudah  banyak membunuh. Pada suatu  ketika ia mengadakan pemujaan yang istimewa terhadap Syiwa, sehingga  rohnya yang semestinya  masuk neraka,  menjadi masuk surga.
Raja yang terakhir dan Kerajaan Kediri adalah Kertajaya atau Dandang Gendis. Pada         masa pemerintahannya, terjadi pertentangan antara raja dan para pendeta atau kaum brahmana, karena Kertajaya berlaku sombong dan berani melanggar adat. Hal ini memperlemah pemerintahan di Kediri.Para brahmana kemudian mencari perlindungan kepada  Ken Arok yang merupakan penguasa di Tumapel. Pada tahun 1222 M, Ken Arok dengan dukungan kaum brahmana menyerang Kediri. Kediri dapat dikalahkan  oleh Ken Arok.

6.      Kerajaan Singhasari

a.       Ken Arok (1222-1227 M)
Setelah  berakhirnya  Kerajaan  Kediri,  kemudian  berkembang Kerajaa Singhasari Pusat  Kerajaa Singhasar kira-kir terletak di  dekat  kota  Malang,  Jawa Timur.  Kerajaan  ini didirikan  oleh  Ken Arok. Ken Arok berhasil  tampil  sebagai  raja,  walaupun  ia  berasal dari  kalangan  rakyat  biasa.  Menuru kitab  Pararaton,  Ken  Arok adalah  anak  seorang  petani  dari  Desa Pangkur, di sebelah timur Gunung  Kawi, daerah  Malang. Ibunya bernama Ken Endok.
Diceritakan, bahwa pada waktu masih bayi, Ken Arok diletakkan oleh ibunya di sebuah makam.  Bayi ini kemudian ditemu oleh seorang pencuri, bernama Lembong. Akibat dari didikan dan lingkungan keluarga pencuri, maka Ken Arok pun menjadi seorang penjahat yang sering menjadi buronan pemerintah Kerajaan Kediri. Suatu ketika Ken Arok berjumpa dengan pendeta Lohgawe. Ken Arok mengatakan ingin menjadi oranbaik- baik. Kemudian dengan perantaraan Lohgawe, KeArok  diabdikan  kepad seoran Akuwu (bupati) Tumapel, bernama Tunggul Ametung.
Setelah beberapa lama mengabdi di Tumapel, Ken Arok mempunyai keinginan untuk memperistri Ken Dedes, yang sudah menjadi istri Tunggul Ametung Kemudiatimbuniaburuk  darKen Arok  untuk   membunuh  Tunggul  Ametun agar Ken Dedes dapat  diperistri olehnya. Ternyata benar, Tunggul Ametung  dapat  dibunuh oleh Ken Arok dengan keris Empu Gandring. Setelah Tunggul Ametung  terbunuh, Ken Arok menggantikan sebagai penguasa di Tumapel dan memperistri Ken Dedes. Pada waktdiperistri Ken Arok, Ken Dedes sudamengandung tiga bulan, hasil perkawinan dengan Tunggul Ametung.
Pada waktu itu Tumapel hanya daerah  bawahan Raja Kertajaya dari KediriKen Arok ingin menjadi raja, maka  ia merencanakan menyerang  Kediri. Pada  tahun  1222  M Ken Arok atas  dukungan parpendeta melakukan serangan ke Kediri. Raja Kertajaya dapat ditaklukkan oleh Ken Arok dalam pertempurannya di Ganterdekat Pujon, Malang. Setelah Kedirberhasil ditaklukkan, maka  seluruh wilayah Kediri dipersatukan dengan Tumapel dalahirlah Kerajaan Singhasari.
Setelah berdiri Kerajaan Singhasari, Ken Arok tampil sebagai raja pertama. Ken Arok sebagai raja bergelar SrRanggah  Rajasa Sang Amurwabumi. Ken Arok memerintah selama lima tahun. Pada tahun  1227  M Ken Arok dibunuh oleh seorang  pengalasan atau pesuruh  dan Batil, ataperintah Anusapati. Anusapati adalah putra Ken Dedes dengan Tunggul Ametung.  Jenazah Ken Arok dicandikan di  Kagenengan  dalam  bangunan  perpaduaSyiwa-Buddha.  Ken Arok meninggalkan beberapa putra.  Bersama Ken Umang, Ken Arok memiliki empat putra, yaitu Panji Tohjoyo, Panji Sudatu, Panji Wregola, daDewi Rambi. Bersama Ken Dedes, Ken Arok mempunyai putra bernama Mahesa Wongateleng.
b.      Anusapati (1227 M)
Tahun 1227  M Anusapati  naik takhta  Kerajaan Singhasari. Ia memerintah selama 21 tahun.  Akan tetapi, ia belum banyak berbuat untuk pembangunan kerajaan.
Lambat  laun  berita  tentang pembunuhan Ken Arok sampai pula kepada  Tohjoyo (putra Ken Arok). Oleh karena  ia mengetahui pembunuh ayahnya adalah Anusapati, maka Tohjoyo ingin membalas dendam, yaitu membunuh Anusapati.  Tohjoyo mengetahui bahwa Anusapati  memiliki kesukaan  menyabung ayam maka ia mengajak Anusapati  untuk  menyabung ayam.  Pada  saat  menyabung ayam, Tohjoyo berhasil  membunuh Anusapati.  Anusapati  dicandikan  di Candi Kidal dekat Kota Malang sekarang. Anusapati meninggalkan seorang  putra bernama Ronggowuni.
c.       Tohjaya (1248 M)
Setelah  berhasil  membunuh Anusapati,  Tohjoyo naik tahta. Masa pemerintahannya sangat  singkat,  Ronggowuni  yang merasa berhak atas tahta  kerajaan,  menuntut tahta  kepada  Tohjoyo. Ronggowuni  dalam  hal ini dibantu  oleh  Mahesa  Cempaka,  putra dari Mahesa Wongateleng. Menghadapi tuntutan ini, maka Tohjoyo mengirim pasukannya di bawah  Lembu Ampal untuk melawan Ronggowuni.    Kemudian   terjadi   pertempuran  antara    pasukan Tohjoyo   dengan   pengikut    Ronggowuni.    Dalam   pertempuran tersebut Lembu Ampal berbalik  memihak  Ronggowuni.  Serangan pengikut  Ronggowuni  semakin kuat dan berhasil menduduki istana Singhasari. Tohjoyo berhasil meloloskan diri dan akhirnya meninggal di daerah  Katang Lumbang akibat luka-luka yang dideritanya.
d.      Ronggowuni (1248-1268 M)
Ronggowuni  naik tahta  Kerajaan Singhasari tahun  1248  M. Ronggowuni  bergelar  Sri Jaya Wisnuwardana. Dalam memerintah ia didampingi  oleh Mahesa  Cempaka  yang berkedudukan sebagai Ratu  Anggabaya. Mahesa  Cempaka  bergelar  Narasimhamurti.  Di samping itu, pada tahun  1254  M Wisnuwardana juga mengangkat putranya  yang bernama Kertanegara sebagai  raja muda  atau Yuwaraja. Pada saat itu Kertanegara masih sangat  muda.
Singhasari di bawah  pemerintahan Ronggowuni  dan Mahesa Cempaka   hidup   dalam   keadaan  aman   dan   tenteram.  Rakyat hidup   dengan  bertani   dan   berdagang.  Kehidupan   rakyat  juga mulai terjamin.  Raja memerintahkan untuk  membangun benteng pertahanan di Canggu Lor.
Tahun 1268 M, Ronggowuni meninggal dunia dan dicandikan di dua  tempat, yaitu sebagai  Syiwa di Waleri dan  sebagai  Buddha Amogapasa di Jajagu. Jajagu kemudian  dikenal dengan Candi Jago. Bentuk  Candi  Jago  sangat   menarik,  yaitu  kaki  candi  bertingkat tiga  dan  tersusun   berundak-undak. Reliefnya datar  dan  gambar orangnya menyerupai  wayang kulit di Bali. Tokoh satria selalu diikuti dengan punakawan. Tidak lama kemudian  Mahesa  Cempaka  pun meninggal  dunia. Ia dicandikan di Kumeper dan Wudi Kucir.
e.       Kertanegara (1268-1292 M)
Tahun 1268 M Kertanegara naik tahta  menggantikan Ronggowuni.  Ia bergelar  Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara. Kertanegara merupakan  raja  yang  paling  terkenal  di  Singhasari. Ia bercita-cita,  Singhasari menjadi kerajaan  yang besar. Untuk mewujudkan cita-citanya,  maka  Kertanegara melakukan  berbagai usaha.
Kertanegara menginginkan wilayah Singhasari hingga meliputi seluruh Nusantara.  Beberapa daerah berhasil ditaklukkan, misalnya Bali, Kalimantan  Barat Daya, Maluku, Sunda,  dan Pahang.  Penguasaan daerah-daerah di luar Jawa yang  merupakan pelaksanaan politik luar  negeri  bertujuan untuk  mengimbangi pengaruh Kubilai Khan dari Cina. Pada tahun  1275  M Raja Kertanegara mengirimkan  Ekspedisi Pamalayu di bawah  pimpinan Mahesa Anabrang  (Kebo Anabrang). Sasaran dari ekspedisi ini untuk  menguasai Sriwijaya. Akan  tetapi,   untuk  menguasainya harus  melalui daerah   sekitarnya  termasuk   bersahabat dan  menanamkan pengaruh Singhasari  di Melayu. Sebagai tanda  persahabatan, Kertanegara menghadiahkan  patung  Amogapasa kepada penguasa Melayu. Ekspedisi Pamalayu diharapkan akan menggoyahkan Sriwijaya.
Dalam rangka memperkuat politik luar negeranya, Kertanegara menjalin  hubungan  dengan  kerajaan-kerajaan lain di luar Kepulauan Indonesia. Misalnya dengan Raja Jayasingawarman III  dan Kerajaan Campa.  Bahkan Raja Jayasingawarman III memperistri salah seorang  saudara perempuan dari Kertanegara.
Kertanegara memandang Cina sebagai saingan. Berkali- kali utusan  Kaisar Cina memaksa  Kertanegara agar mengakui kekuasaan Cina, tetapi ditolak oleh Kertanegara. Terakhir pada tahun  1289 M datang utusan  Cina yang dipimpin oleh Meng- ki. Kertanegara marah,  Meng-ki disakiti dan disuruh kembali ke Cina. Hal inilah yang  membuat marah  Kaisar Cina yang bernama Kubilai Khan. Ia merencanakan membalas  tindakan Kertanegara.
Untuk menciptakan pemerintahan yang kuat dan teratur, Kertanegara telah membentuk badan-badan pelaksana. Raja sebagai penguasa tertinggi.  Kemudian  raja mengangkat tim penasihat yang terdiri atas  Rakryan i Hino, Rakryan i Sirikan, dan Rakryan i Halu. Untuk membantu raja dalam pelaksanaan pemerintahan, diangkat beberapa pejabat tinggi  kerajaan  yang  terdiri atas  Rakryan Mapatih,  Rakryan Demung  dan  Rakryan Kanuruhan.  Selain itu,  ada  pegawai- pegawai  rendahan.
Untuk menciptakan stabilitas politik dalam negeri, Kertanegara melakukan penataan di lingkungan para pejabat. Orang-orang yang tidak setuju dengan cita-cita Kertanegara diganti. Sebagai contoh,  Patih Raganata (Kebo Arema) diganti oleh  Aragani  dan  Banyak  Wide  dipindahkan   ke  Madura, menjadi Bupati Sumenep  dengan nama Arya Wiraraja.
Pada  masa  pemerintahan Kertanegara, agama  Hindu maupun Buddha  berkembang dengan baik.  Bahkan  terjadi Sinkretisme antara agama Hindu dan Buddha, menjadi bentuk Syiwa-Buddha.         Sebagai contoh, berkembangnya aliran Tantrayana. Kertanegara sendiri penganut aliran Tantrayana.
Usaha untuk memperluas wilayah dan mencari dukungan dan berbagai daerah terus dilakukan oleh Kertanegara. Banyak pasukan  Singhasari yang dikirim ke berbagai  daerah.  Antara lain  pasukan   yang  dikirim ke  tanah   Melayu.  Oleh  karena itu, keadaan ibu dua kota kerajaan  kekuatannya berkurang. Keadaan  ini diketahui  oleh  pihak-pihak  yang  tidak  senang terhadap kekuasaan Kertanegara. Pihak yang  tidak  senang itu  antara   lain Jayakatwang, penguasa  Kediri. Ia berusaha menjatuhkan kekuasaan Kertanegara.
Saat yang dinantikan  oleh Jayakatwang ternyata  telah tiba.   Istana   Kerajaan   Singhasari   dalam   keadaan  lemah. Pasukan kerajaan  hanya tersisa sebagian  kecil. Pada saat itu, Kertanegara sedang  melakukan  upacara  keagamaan dengan pesta  pora,  sehingga  Kertanegara benar-benar lengah.  Tiba- tiba,  Jayakatwang menyerbu  istana  Kertanegara. Serangan Jayakatwang dibagi menjadi dua arah. Sebagian kecil pasukan Kediri menyerang dari arah utara untuk memancing pasukan Singhasari  keluar  dari pusat  kerajaan.  Sementara itu induk pasukan  Kediri bergerak  dan  menyerang dari arah  selatan. Untuk menghadapi serangan Jayakatwang, Kertanegara mengirimkan  pasukan  yang  ada  di bawah  pimpinan  Raden Wijaya dan Pangeran  Ardaraja. Ardaraja adalah  anak Jayakatwang dan  menantu dari Kartanegara. Pasukan  Kediri yang datang dari arah  utara  dapat  dikalahkan  oleh pasukan Raden   Wijaya  Akan  tetapi,   pasukan   inti  dengan  leluasa masuk dan menyerang istana, sehingga berhasil menewaskan Kertanegara. Peristiwa ini terjadi pada  tahun  1292  M. Raden Wijaya dan  pengikutnya   kemudian   meloloskan  diri setelah mengetahui istana kerajaan dihancurkan  oleh pasukan  Kediri. Sedangkan   Ardaraja   membalik   dan   bergabung  dengan pasukan  Kediri.
Jenazah  Kertanegara kemudian  dicandikan di dua tempat, yaitu di Candi Jawi di Pandaan  dan di Candi Singosari, di daerah  Singosari, Malang.
Sebagai raja yang besar, nama  Kertanegara diabadikan di berbagai tempat. Bahkan di Surabaya ada sebuah  arca Kertanegara yang menyerupai bentuk          arca      Buddha.          Arca    Kertanegara     itu dinamakan arca Joko Dolok. Dengan  terbunuhnya Kertanegara maka berakhirlah Kerajaan Singhasari.

7.      Kerajaan Majapahit
Setelah  Singhasari jatuh,  berdirilah kerajaan  Majapahit  yang berpusat di Jawa Timur, abad  ke-14 - ke-15 M. Berdirinya kerajaan ini sebenarnya sudah direncanakan oleh Kertarajasa Jayawarddhana (Raden Wijaya). Ia mempunyai tugas untuk melanjutkan  kemegahan Singhasari  yang  saat  itu  sudah  hampir  runtuh.   Saat  itu  dengan dibantu   oleh  Arya  Wiraraja  seorang   penguasa  Madura,   Raden Wijaya  membuka  hutan   di  wilayah  yang  disebut   dalam   kitab Pararaton  sebagai hutannya orang Trik. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya  diambil dari buah  maja, dan rasa “pahit” dari buah tersebut. Ketika  pasukan   Mongol  tiba,  Raden  Wijaya bersekutu dengan pasukan  Mongol untuk  bertempur melawan  Jayakatwang. Setelah berhasil menjatuhkan Jayakatwang, Raden Wijaya berbalik menyerang pasukan  Mongol  sehingga  memaksa  mereka  menarik pulang kembali pasukannya.
Pada masa pemerintahannya Raden Wijaya mengalami pemberontakan  yang   dilakukan   oleh   sahabat-sahabatnya   yang pernah   mendukung  perjuangan  dalam   mendirikan   Majapahit. Setelah   Raden   Wijaya   wafat,    ia   digantikan    oleh   puteranya Jayanegara.  Jayanegara  dikenal sebagai  raja yang kurang  bijaksana dan lebih suka bersenang-senang. Kondisi itulah yang menyebabkan pembantu-pembantunya melakukan  pemberontakan.
Di antara   pemberontakan tersebut, yang  dianggap paling berbahaya adalah pemberontakan Kuti. Pada saat itu, pasukan Kuti berhasil menduduki ibu kota negara. Jayanegara terpaksa menyingkir ke Desa Badander di bawah perlindungan pasukan Bhayangkara pimpinan Gajah Mada. Gajah Mada   kemudian menyusun strategi dan berhasil menghancurkan pasukan  Kuti. Atas jasa-jasanya, Gajah Mada diangkat   sebagai   patih   Kahuripan   (1319-1321) dan patih Kediri (1322-1330).
Kerajaan Majapahit penuh  dengan intrik politik dari dalam kerajaan itu sendiri. Kondisi yang sama juga terjadi menjelang keruntuhan Majapahit. Masa          pemerintahan Tribhuwanattunggadewi Jayawisnuwarddani adalah pembentuk kemegahan kerajaan. Tribhuwana berkuasa di Majapahit sampai kematian ibunya pada tahun  1350.  Ia diteruskan  oleh  putranya Hayam  Wuruk. Pada masa Hayam Wuruk itulah Majapahit berada di puncak  kejayaannya. HayaWuruk  disebut juga Rajasanagara. Ia memerintah Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389.
Pada     masa     pemerintahan    Raja        Hayam Wuruk daPatih Gajah Mada,  Majapahit mencapai zaman keemasan. Wilayah kekuasaan Majapahit sangat  luas, bahkan  melebihi luas wilayah Republik Indonesia sekarang.  Oleh karena itu, Muhammad Yamin menyebut Majapahit dengan sebutan negara nasional kedudi Indonesia. Seluruh kepulauan di Indonesia berada di bawah kekuasaan Majapahit. Hal ini memang tidak dapat  dilepaskan dakegigihan Gajah MadaSumpah  Palapa, ternyata  benar-benar dilaksanakan. Dalam melaksanakan cita-citanya, Gajah Mada didukung oleh beberapa tokoh, misalnya Adityawarman dan Laksamana Nala. Di bawah pimpinan Laksamana Nala Majapahit membentuk angkatan laut yang  sangat   kuat.  Tugas utamanya adalah mengawasi seluruh perairan yang ada di Nusantara.  Di bawah  pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit mengalami kemajuan di berbagai bidang.
Menurut  Kakawin  Nagarakertagama  pupuh  XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra,  Semenanjung Malaya, Kalimantan,  Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku,  Papua, Tumasik  (Singapura)  dan  sebagian   kepulauan Filipina. Majapahit juga  memiliki hubungan dengan Campa,  Kamboja,  Siam,  Birma bagian  selatan,  dan  Vietnam, dan  bahkan  mengirim  duta-dutanya ke Tiongkok.
Majapahit telah mengembangkan sistem pemerintahan yang  teratur Raja memegang kekuasaan tertinggi. Dalam melaksanakan  pemerintahan,  raja  dibantu   oleh   berbagai badan  atau pejabat  berikut.
1.        Rakryan Mahamantri  Katrini, dijabat  oleh para putra  raja, terdiri atas Rakryan i Hino, Rakryan i Sirikan, dan Rakryan i Halu.
2.        Dewan  Pelaksana  terdiri atas  Rakryan Mapatih atau  Patih Mangkabumi, Rakryan Tumenggung, Rakryan Demung, Rakryan Rangga dan  Rakryan Kanuruhan.  Kelima pejabat ini dikenal sebagai  Sang Panca ring Wilwatika.  Di antara kelima pejabat itu Rakryan Mapatih atau Patih Mangkubumi merupakan pejabat   yang  paling  penting.   Ia menduduki tempat  sebagai   perdana   menteri Bersama  sama   raja, ia  menjalankan kebijaksanaan pemerintahan.  Selain  itu terdapat pula dewan  pertimbangan yang disebut  dengan Batara Sapta Prabu.
Struktur  tersebut ada  di pemerintah pusat.  Di setiap daerah   yang   berada   di  bawah   raja-raja,   dibuatkan  pula struktur yang mirip.
Untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa,   dibentuklah   badan    peradilan    yang   disebut dengan Saptopapati.  Selain itu disusun pula kitab hukum oleh Gajah Mada yang disebut Kitab Kutaramanawa.  Gajah Mada memang seorang  negarawan yang mumpuni.  Ia memahami pemerintahan strategi perang  dan hukum.
Untuk mengatur kehidupan beragama dibentuk  badan atau   pejabat   yang  disebut   Dharmadyaksa.  Dharmadyaksa adalah   pejabat   tinggi   kerajaan   yang   khusus   menangani persoalan  keagamaan. Di Majapahit  dikenal ada  dua Dharmadyaksa sebagai berikut.
1.      Dharmadyaksa  ring  Kasaiwan,  mengurusi   agama   Syiwa (Hindu),
2.      Dharmadyaksa      ring      Kasogatan,      mengurusi        agama Buddha.
Dalam   menjalankan    tugas,   masing-masing Dharmadyaksa  dibantu  oleh pejabat  keagamaan yang diberi sebutan Sang Pamegat.
Kehidupan beragama di Majapahit berkembang semarak. Pemeluk  yang  beragama Hindu  maupun  Buddha saling  bersatu. Pada  masa  itupun  sudah  dikenal  semboyan Bhinneka  Tunggal  Ika, artinya,  sekalipun  berbeda-beda baik Hindu  maupun Buddha  pada  hakikatnya   adalah  satu  jua. Kemudian  secara  umum  kita artikan  berbeda-beda  akhirnya satu jua.
Berkat kepemimpinan Hayam Wuruk dan Gajah Mada, kehidupan politik, dan stabilitas nasional Majapahit  terjamin. Hal ini disebabkan pula  karena  kekuatan tentara Majapahit dan   angkatan  lautnya   sehingga   semua   perairan   nasional dapat  diawasi.
Majapahit juga menjalin hubungan dengan negara- negara/ kerajaan lain. Hubungan dengan Negara Siam, Birma, Kamboja,  Anam,  India, dan  Cina berlangsung dengan baik. Dalam  membina  hubungan dengan luar  negeri,  Majapahit mengenal motto  Mitreka Satata, artinya negara  sahabat.
Di bawah   pemerintahan  Raja Hayam  Wuruk,  rakyat Majapahit  hidup  aman  dan  tenteram. Hayam Wuruk sangat memperhatikan rakyatnya. Keamanan dan kemakmuran rakyat diutamakan. Untuk  itu dibangun jalan-jalan  dan  jembatan- jembatan. Dengan  demikian lalu lintas menjadi lancar. Hal ini mendukung kegiatan keamanan dan kegiatan perekonomian, terutama perdagangan. Lalu lintas perdagangan yang paling penting  melalui sungai. Misalnya, Sungai Bengawan  Solo dan Sungai Brantas. Akibatnya desa-desa di tepi sungai dan yang berada  di muara  serta  di tepi  pantai,  berkembang menjadi pusat-pusat perdagangan.  Hal itu  menyebabkan  terjadinya arus bolak-balik para pedagang yang menjajakan  barang dagangannya dari daerah  pantai  atau  muara  ke pedalaman atau sebaliknya.Bahkan di daerah pantai berkembang perdagangan antar daerah,  antar pulau, bahkan  dengan pedagang dari luar.Kemudian  timbullah kota-kota pelabuhan sebagai  pusat  pelayaran  dan  perdagangan. Beberapa  kota pelabuhan yang penting  pada  zaman  Majapahit,  antara  lain Canggu, Surabaya,  Gresik, Sedayu,  dan  Tuban.  Pada waktu itu  banyak  pedagang dari luar seperti  dari Cina  India, dan Siam.
Adanya pelabuhan-pelabuhan tersebut mendorong munculnya  kelompok  bangsawan kaya.  Mereka  menguasai pemasaran bahan-bahan dagangan pokok dari dan ke daerah- daerah  Indonesia Timur dan Malaka.
Kegiatan pertanian juga dikembangkan. Sawah dan ladang dikerjakan secukupnya dan dikerjakan secara bergiliran. Hal ini maksudnya agar tanah tetap subur dan tidak kehabisan  lahan pertanian. Tanggul-tanggul di sepanjang sungai diperbaiki untuk mencegah bahaya  banjir.
Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, bidang  sastra mengalami  kemajuan.  Karya sastra yang paling terkenal pada zaman  Majapahit  adalah  Kitab Negarakertagama. Kitab ini ditulis oleh Empu Prapanca  pada  tahun  1365  M. Di samping menunjukkan kemajuan  di bidang  sastra,  Negarakertagama juga  merupakan sumber  sejarah  Majapahit.  Kitab lain yang penting   adalah   Sutasoma Kitab  ini  disusun   oleh   Empu Tantular. Kitab Sutasoma  memuat kata-kata yang  sekarang menjadi semboyan  negara  Indonesia, yakni Bhinneka Tunggal Ika. Di samping  itu, Empu Tantular juga menulis kitab Arjunawiwaha.
Bidang             seni bangunan juga berkembang. Banyak bangunan candi telah dibuat. Misalnya Candi Penataran dan Sawentar di daerah Blitar, Candi Tigawangi dan Surawana di dekat  Pare, Kediri, serta Candi Tikus di Trowulan. Keruntuhan Majapahit lebih disebabkan oleh ketidakpuasan sebagian besar keluarga  raja, setelah  turunnya Hayam Wuruk.  Perang  Paregrek  telah  melemahkan unsur-unsur kejayaan  Majapahit.  Meskipun  peperangan berakhir, Majapahit  terus  mengalami  kelemahan karena  raja yang berkuasa tidak  mampu   lagi mengembalikan kejayaannya.  Unsur  lain yang menyebabkan runtuhnya Majapahit adalah semakin meluasnya pengaruh Islam pada saat itu.
Kemajuan peradaban Majapahit itu tidak  hilang  dengan  runtuhnya kerajaan itu. Pencapaian itu terus dipertahankan hingga masa perkembangan Islam di Jawa. Peninggalan  peradaban Majapahit juga dapat kita saksikan pada perkembangan lingkup  kebudayaan  Bali pada   saat   ini. Kebudayaan yang masih dikembangkan hingga  masa  Islam adalah  cerita  wayang yang     berasal             dari       epos           India    yaitu Mahabharata dan  Ramayana,  serta  kisah asmara  Raden Panji dengan Sekar Taji (Galuh Candrakirana).  Selain itu dapat  kita saksikan   juga   pada   unsur   arsitekturnya bentuk  atap  tumpang, seni ukir sulur-suluran dan tanaman melata, senjata keris, lokasi keramat,  dan masih banyak lagi.
8.      Kerajaan Buleleng
Menurut  berita  Cina  di sebelah  timur  Kerajaan  Kaling ada daerah  Po-li atau  Dwa-pa-tan  yang dapat  disamakan  dengan Bali. Adat istiadat  di Dwa-pa-tan  sama  dengan kebiasaan  orang-orang Kaling. Misalnya, penduduk biasa  menulisi daun  lontar.  Bila ada orang  meninggal,   mayatnya  dihiasi dengan emas  dan  ke  dalam mulutnya dimasukkan  sepotong emas, serta diberi bau-bauan yang harum.  Kemudian mayat itu dibakar. Hal itu menandakan Bali telah berkembang.
Dalam  sejarah  Bali, nama  Buleleng  mulai  terkenal   setelah periode  kekuasaan Majapahit.  Pada  waktu  di Jawa  berkembang kerajaan-kerajaan Islam, di Bali juga berkembang sejumlah kerajaan. Misalnya Kerajaan Gelgel, Klungkung,  dan Buleleng yang didirikan oleh  I  Gusti Ngurak  Panji Sakti, dan  selanjutnya  muncul  kerajaan yang  lain.  Nama  Kerajaan  Buleleng  semakin  terkenal,   terutama setelah  zaman  penjajahan Belanda di Bali. Pada waktu  itu pernah terjadi perang  rakyat Buleleng melawan  Belanda.
Pada zaman  kuno,  sebenarnya Buleleng sudah  berkembang. Pada masa perkembangan Kerajaan Dinasti Warmadewa, Buleleng diperkirakan menjadi         salah     satu      daerah             kekuasaan         Dinasti Warmadewa. Sesuai dengan letaknya yang ada di tepi pantai, Buleleng berkembang menjadi pusat perdagangan laut. Hasil pertanian dari pedalaman diangkut  lewat  darat  menuju  Buleleng. Dari  Buleleng  barang   dagangan  yang   berupa   hasil  pertanian seperti  kapas,  beras,  asam,  kemiri,  dan  bawang diangkut   atau diperdagangkan  ke  pulau  lain  (daerah   seberang).   Perdagangan dengan daerah   seberang mengalami   perkembangan pesat  pada masa Dinasti Warmadewa yang diperintah  oleh Anak Wungsu.  Hal ini dapat  dibuktikan  dengan adanya  kata-kata pada  prasasti  yang disimpan di Desa Sembiran yang berangka tahun  1065.
Kata-kata   yang  dimaksud   berbunyi,   “mengkana   ya  hana banyaga  sakeng  sabrangjong,  bahitra,  rumunduk i  manasa.  ….. Artinya, andai kata ada saudagar dari seberang yang datang dengan jukung bahitra datang berlabuh  di manasa  …..”
Sistem   perdagangannya  ada   yang   menggunakan   sistem barter,  ada  yang sudah  dengan alat tukar  (uang).  Pada waktu  itu sudah dikenal beberapa jenis alat tukar (uang), misalnya ma, su dan piling.
Dengan perkembangan perdagangan laut antar  pulau di zaman  kuno secara ekonomis Buleleng   memiliki  peranan  yang   penting bagi   perkembangan   kerajaan-kerajaan  di Bali misalnya  pada   masa   Kerajaan  Dinasti Warmadewa.
Daftar Pustaka

Poesponegoro, Marwati Djoened. 2010. Sejarah Nasional Indonesia II : Zaman Kuno. Jakarta : Balai pustaka.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Sejarah Indonesia : Kelas X. Jakarta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

0 komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

 

My colorful world (Al - Donna Zahra Khairani) Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review