A. FILOLOGI
1. Kitab Pararaton (Singhasāri dan
Majapahit)
Serat
Pararaton boleh dikatakan sebuah kitab (pedoman). Sebagai kitab, tentu karya
ini tidak sekedar sastra biasa. Riwayat Ken Angrok tertulis dalam kitab
Pararaton atau Katuturanira Ken Angrok. Kitab tersebut ditulis dalam bentuk
prosa pada akhir abad ke XV. Dalam kitab Pararaton diberikan uraian panjang
lebar mengenai asal usul dan masa muda Ken Angrok. Diceritakan bahwa Ken Angrok
lahir atas perzinahan Ken Endok dengan dewa Brahma. Diceritakan pula mengenai
kenakalan Ken Angrok sewaktu mudanya. Lalu dengan perantara seorang Danghyang
Lohgawe Ken Angrok diterima mengabdi pada Tunggul Ametung. Akan tetapi karena
ketamakan dan cintanya terhadap Ken Dedes, istri Tunggul Ametung, dibunuhlah
Tunggul Ametung olehnya. Dengan mengkambinghitamkan temannya. Singkat cerita
Ken Angrok menikahi Ken Dedes dan menjadi maharaja di Tumapel, setelah
menaklukkan negeri Daha terlebih dahulu pada tahun 1169 Šaka.
Menurut
uraian cerita Pararaton yang ditulis pada sekitar abad ke-14 Masehi tentang
Kerajaan Singhasāri, di dalam keluarga raja sebenarnya terdapat tiga garis
keturunan yang secara bergantian memegang tampuk kekuasaan, baik secara damai
maupun melalui pembunuhan.
Garis
keluarga pertama adalah keturunan Tuńgul Ametung hasil perkawinannya dengan Ken
Dedes. Garis keluarga kedua juga masih ada kaitannya dengan Ken Dedes. Namun
kali ini dari hasil perkawinannya dengan Ken Angrok dengan Ken Umang, istri
keduanya. Dari ketiga unsur keluarga tersebut, keturunan dari Tuńgul Ametung
yang paling sering tampil sebagai penguasa kerajaan, termasuk Kŗtanagara.
Sesuatu yang agak janggal sebenarnya bila diingat bahwa Ken Angrok-lah pendiri
Kerajaan Singhasāri, bukan Tuńgul Ametung. Ken Angrok selain pendiri kerajaan,
juga pendiri dinasti Rājasa dan bergelar Śrī Ranggah Rājasa.
Kŗtanagara
naik tahta Singhasāri secara damai menggantikan ayahnya Jaya Wisnuwarddhana
(Ranggawuni) yang wafat pada tahun 1268 Masehi. Kŗtanagara memerintah pada
tahun 1268-1292 Masehi. Selama masa pemerintahannya banyak kejadian penting
dalam sejarah, antara lain menolak untuk tunduk kepada Kubilai Khan dari
Mongol. Untuk mencegah serbuan Mongol, Kŗtanagara mengadakan hubungan
persahabatan dengan Kerajaan Mālayu-Dharmaśraya di daerah hulu Batanghari.
Sebagai tanda persahabatan, pada tahun 1275 Masehi Kŗtanagara mengirimkan
ekspedisi Pamalayu, dan pada tahun 1286 Kŗtanagara mengirimkan arca
Amoghapāśa ke Mālayu. Mengenai ekspedisi ini disebutkan di dalam Kitab
Pararaton dan pengiriman arca disebutkan dalam prasasti pada alas arca
Amoghapāśa yang ditemukan di daerah Padangroco dan Rambahan, Sumatra Barat.
Kerajaan
Singhasāri hancur bukan karena serbuan tentara Mongol, tetapi karena serbuan
Jayakatwang (raja bawahan Singhasāri) yang menaruh dendam kepada keturunan
pendiri Singhasāri. Jayakatwang menyerang Singhasāri karena hasutan Wiraraja,
bupati Sumenep (Madura) yang tidak senang atas pemerintahan Kŗtanagara. Pasukan
Jayakatwang yang datang dari selatan berhasil menyerang keraton. Pada waktu itu
Kŗtanagara sedang menjalankan upacara Tantris dengan cara minum minuman keras
sampai mabuk. Raja Singhasāri itu mati terbunuh bersama patih dan pembesar
kerajaan. Sebagai penghormatan, Kŗtanagara di-dharma-kan di Candi Jajawi
sebagai Bhaţāra Śiwabudha, dan di Candi Singosari sebagai Bhairawa.
2. Kitab Nāgara Kṛtāgama (Singhasāri
dan Majapahit)
Kakawin Nãgarakŗtagãma memberikan keterangan berbeda
dengan kitab Pararaton. Dikatakan bahwa pada tahun 1104 Šaka ada seorang raja
yang kelak merupakan pendiri dinasti Rãjasa (Rãjasawangša). Raja tersebut pada
tahun 1144 Šaka berhasil melawan raja Kertajaya dari Kadiri. Kemudian pada
tahun 1170 Šaka raja tersebut mati dan dicandikan di Kagenengan.
Nagarakretagama tersusun dari puluhan pupuh (syair).
Beberapa di antaranya mempunyai kesesuaian dengan beberapa sumber, seperti
prasasti dan naskah lain yang sezaman. Pupuh 2, mengisahkan nenek dan ibu raja
Hayam Wuruk. Dikatakan, nenek raja adalah Rajapatni yang merupakan gelar dari
Gayatri. Gayatri adalah anak bungsu Kertanegara yang diperistri Raden Wijaya
(Kertarajasa Jayawardhana).
Keterangan serupa ternyata ada pada prasasti Sukamerta
(1296 Masehi) dan Balawi (1305 Masehi). Kedua prasasti menyebutkan, Kertarajasa
adalah menantu Kertanegara karena dia memperistri empat anak Kertanegara. Salah
satunya bernama Dewi Gayatri. Yang amat mendukung, kisah Gayatri dapat pula
diintisarikan dari kidung Harsawijaya (berisi sejarah awal Majapahit) dan
Pararaton (berisi sejarah kerajaan Singasari dan Majapahit).
Selanjutnya pupuh 8 Nagarakretagama menggambarkan ibu
kota Majapahit sebagai berikut, "Tersebut keajaiban kota: tembok batu
merah, tebal tinggi, mengitari pura...." (Slametmulyana, Nagarakretagama
dan Tafsir Sejarahnya, 1979). Hal ini mirip penjelasan Berita Cina yang ditulis
Ma-huan saat mengunjungi Majapahit. Ma-huan melaporkan adanya sebuah tempat
bernama Majapahit, tempat tinggal raja yang dikelilingi tembok bata setinggi
lebih dari 30 kaki dan luasnya sekitar 3-4 li.
Pernyataan itu setidaknya mengandung keotentikan,
sebagaimana diperlihatkan sejumlah bukti arkeologis di Trowulan. Sisa-sisa
bangunan yang ada seluruhnya menggunakan bahan bata merah dan umumnya ditemukan
berbentuk bangunan bertembok tebal dan tinggi.
3. Kidung Harsa Wijaya (Singhasāri
dan Majapahit)
Kidung
Harsawijaya menceritakan tentang jatuhnya kerajaan Singasari dan munculnya
kerajaan baru yang berlandaskan pada kerajaan sebelumnya, Majapahit. Singasari
dipimpin oleh raja yang bernama Narashinga, beserta permaisurinya raja memiliki
putera bernama Harsawijaya. Harsawijaya adalah putera raja yang cerdas, tampan
dan gagah berani.
Sepeninggal
raja narashinga dan permaisurinya takhta kerajaan diwariskan secara sementara
kepada sepupu raja, Kertanegara sampai pangeran Harsawijaya sudah cukup umur
untuk bertakhta menggantikan ayahnya. Namun selama kepemimpinan Kertanegara
kerajaan Singasari mengalami kemunduran, banyak para brahmana dan para pejabat
tinggi mengundurkan diri karena tidak setuju dengan cara Kertanegara
menggunakan kekuasaannya. Ketika Harsawijaya sudah cukup umur untuk dinobatkan
sebagai raja, Kertanegara mengundurkan diri dan memutuskan untuk menyerahkan
puterinya sendiri Puspawati dan Pusparasmi kepada Harsawijaya untuk dijadikan
isteri.
Kemudian
Anengah, sang patih mengusulkan agar diadakan suatu ekspedisi ke Melayu dan
memaksa raja negri itu untuk menyerahkan kedua puterinya Dara Petak dan Dara
Jingga kepada Harsawijaya untuk dijadikan permaisuri. Raganata pun juga sudah
memperingatkan bahwa Jayakatwang raja Kadiri sudah lama tidak menghadap ke
Singasari namun peringatan dari Raganata diabaikan dan istana pun dibiarkan
dengan pasukan penjaga yang sangat minim. Akhirnya ekspedisi dimulai dari
Tuban. melihat keadaan keraton yang tidak dilindungi oleh pasukan-pasukan maka
Wiraraja pejabat yang dipecat pada masa pemerintahan Narashinga menggunakan
kesempatan itu untuk balas dendam. Segera Wiraraja mengutus anaknya Wirondaya
untuk datang ke Kadiri menghasut Jayakatwang agar ia memberontak Singasari.
kemudian Jayakatwang meminta nasihat kepada patihnya, patihnya pun menyarankan
untuk tidak menyianyiakan kesempatan itu dan kembali merebut kemerdekaannya.
Akhirnya
Jayakatwang membagi pasukannya menjadi dua bagian, pasukan pertama menyerang
dari arah utara dan pasukan kedua dari arah selatan. Pasukan dari arah utara
berhasil dikalahkan oleh Singasari namun tidak menyangka bahwa pasukan dari
selatan yang sebelumnya bersembunyi dihutan telah memberontak didalam keraton,
akhirnya Singasari lumpuh, Kertanegara tewas dan Harsawijaya lari ke arah timur
karena tidak mampu melawan pasukan Kadiri. akhirnya kemenangan saat itu
ditangan Daha (Kadiri).
Ekspedisi
melayu berhasil dilakukan, para rombongan membawa 2 puteri raja, namun
mendengar Singasari telah dikuasai oleh Kadiri para rombongan memutuskan untuk
membantu Harsawijaya untuk merebut tahta kerajaannya.
Kemudian
raja Tatar mengutus patihnya untuk meminta putri yang telah dijanjikan
sebelumnya. Namun Wiraraja menyampaikan bahwa sang putri meninggal bunuh diri
bersama warga istana Daha. Hal itu membuat raja Tatar kecewa dan marah, ia
memutuskan untuk berbalik merebut Pusparasmi. Harsawijaya bersiaga ketika
pasukan tar tar mendekat, ia tidak ingin kehilangan Pusparasmi, maka ia
memastikan dan bertanya kepada Pusparasmi apakah sang putri bersedia menjadi
isteri raja Tatar namun Pusparasmi menolaknya dengan marah. Akhirnya terjadi
pertempuran, pasukan Tatar kalah telak dan rajanya pun meninggal. Setelah
pasukan Majapahit menang Harsawijaya mengundang Mpu Santasmrti yang bersemayam
di himagiri untuk melakukan upacara pensucian dan penobatan Harsawijaya sebagai
raja. Namun selang satu bulan Brahmana baru sampai di Majapahit, penobatan
terjadi pada tanggal 15 bulan karttika. Harsawijaya diberi gelar Kertarajasa
Jayawardhana. Dan mulai pada saat itu
semua sahabat-sahabat seperjuangannya diangkat menjadi pejabat tinggi. Dan
semua pulau-pulau dinusantara mengakui bahwa kedaulatan Majapahit sebagai
pemimpin mereka.
4. Kidung Serat Arok (Singhasāri)
Teks
yang diringkas terdiri dari 10 pupuh; berisi tentang rencana pembalasan Adipati
Surabaya terhadap Sri Arok yang telah membunuh Tunggul Ametung. Teks diakhiri
dengan pengembaraan permaisuri Adipati Surabaya dengan putranya yang bernama
Jaran Panulis. Akhirnya Jaran Panulis naik tahta menggantikan ayahnya (Adipati
Surabaya).
5. Kidung Panji Wijayakrama
(Majapahit)
Kidung Panji
Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe menguraikan kisah kematian Ranggalawe dengan
panjang lebar, serta menyebutkan bahwa yang berhasil membunuh adipati Tuban
tersebut adalah Mahisa Anabrang. Dikisahkan bahwa pasukan Majapahit dipimpin
Nambi, Lembu Sora, dan Mahisa Anabrang berangkat untuk menumpas Ranggalawe.
Perang terjadi
di dekat Sungai Tambak Beras. Mahisa Anabrang bertarung melawan Ranggalawe di
dalam sungai, yang dimenangkan oleh Mahisa Anabrang. Lembu Sora yang adalah
paman Ranggalawe, tidak rela melihat keponakannya dibunuh, Ia lalu membunuh
Mahisa Anabrang, rekannya sendiri dari belakang.
Tewasnya Ranggalawe. mengakhiri perang saudara pertama dalam
sejarah Majapahit. Kidung Sorandaka mengisahkan keluarga Mahisa Anabrang tidak
berani menuntut hukuman untuk Lembu Sora karena ia merupakan pembantu
kesayangan Raden Wijaya.
Baru pada
tahun 1300 seorang putra Mahisa Anabrang bernama Mahisa Taruna mendapat bantuan
seorang tokoh bernama Mahapati Mereka pun berhasil menyingkirkan Lembu Sora
dari jajaran pemerintahan Majapahit. Peristiwa yang terjadi selanjutnya ialah
pembunuhan Lembu Sora oleh pasukan Nambi akibat fitnah yang dilancarkan
Mahapati.
B.
Pararaton
Kitab Pararaton isinya sebagian
besar adalah mitos atau dongeng tetapi dari kitab Pararatonlah asal usul Ken
Arok menjadi raja dapat diketahui. Sebelum menjadi raja, Ken Arok berkedudukan
sebagai Akuwu (Bupati) di Tumapel menggantikan Tunggul Ametung yang dibunuhnya,
karena tertarik pada Ken Dedes istri Tunggul Ametung. Selanjutnya ia
berkeinginan melepaskan Tumapel dari kekuasaan kerajaan Kadiri yang diperintah
oleh Kertajaya. Keinginannya terpenuhi setelah kaum Brahmana Kadiri meminta
perlindungannya. Dengan alasan tersebut, maka tahun 1222 M /1144 C Ken Arok
menyerang Kediri, sehingga Kertajaya mengalami kekalahan pada pertempuran di
desa Ganter. Ken Arok yang mengangkat dirinya sebagai raja Tumapel bergelar Sri
Rajasa Sang Amurwabhumi.
C.
Arkeologis
1.
Candi Jago
Menurut kitab Negarakertagama dan Pararaton, nama candi ini
yang sebenarnya adalah Jajaghu. Dalam pupuh 41 gatra ke-4 Negarakertagama
dijelaskan bahwa Raja Wisnuwardhana yang memerintah Singasari menganut agama
Syiwa Buddha, yaitu suatu aliran keagamaan yang merupakan perpaduan antara
ajaran Hindu dan Buddha. Aliran tersebut berkembang selama masa pemerintahan
Kerajaan Singasari, sebuah kerajaan yang letaknya sekitar 20 km dari Candi
Jago. Jajaghu, yang artinya adalah 'keagungan', merupakan istilah yang
digunakan untuk menyebut tempat suci.
Masih menurut kitab Negarakertagama dan Pararaton,
pembangunan Candi Jago berlangsung sejak tahun 1268 M sampai dengan tahun 1280
M, sebagai penghormatan bagi Raja Singasari ke-4, yaitu Sri Jaya Wisnuwardhana.
Walaupun dibangun pada masa pemerintahan Kerajaan Singasari, disebut dalam
kedua kitab tersebut bahwa Candi Jago selama tahun 1359 M merupakan salah satu
tempat yang sering dikunjungi Raja Hayam Wuruk dari Kerajaan Majapahit.
Keterkaitan Candi Jago dengan Kerajaan Singasari terlihat juga dari pahatan
padma (teratai), yang menjulur ke atas dari bonggolnya, yang menghiasi tatakan
arca-arcanya. Motif teratai semacam itu sangat populer pada masa Kerajaan
Singasari. Yang perlu dicermati dalam sejarah candi adalah adanya kebiasaan
raja-raja zaman dahulu untuk memugar candi-candi yang didirikan oleh raja-raja
sebelumnya. Diduga Candi Jago juga telah mengalami pemugaran pada tahun 1343 M atas
perintah Raja Adityawarman dari Melayu yang masih memiliki hubungan darah
dengan Raja Hayam Wuruk.
2.
Arca Amoghapasa
Pada
tahun 1275 Masehi Kŗtanagara mengirimkan ekspedisi Pamalayu, dan pada tahun 1286 Kŗtanagara
mengirimkan arca Amoghapāśa ke Mālayu. Mengenai ekspedisi ini disebutkan di
dalam Kitab Pararaton dan pengiriman arca disebutkan dalam prasasti pada alas
arca Amoghapāśa yang ditemukan di daerah Padangroco dan Rambahan, Sumatra
Barat.
3.
Arca Pradnya Paramita
Tokoh arca wanita ini dianggap sebagai Dewi
Kebijaksanaan dalam Agama Buddha Tantrayana. Tangannya digambarkan dalam
sikap dharmmacakramudra yang berarti ‘sedang memutar roda
dharma’. Arca dewi duduk di atas lapik yang tertutup dengan kain panjangnya.
Sikap kakinya padmasana yaitu kaki disilangkan sehingga
telapak kaki kiri dan kanan terletak di atas kedua paha. Gaya seni arca mirip
dengan arca Prajnaparamitha dari Candi Singhasari di Jawa Timur yang dianggap
sebagai arca terindah sehingga arca ini kemungkinan berasal dari periode yang
sama yaitu sekitar abad-13 Masehi. Arca Prajnaparamita ditemukan pada saat
pemugaran Candi Gumpung yang dilaksanakan oleh Direktorat Perlindungan dan
Pembinaan Sejarah dan Purbakala pada tahun 1978. Arca tersebut dibuat dari
bahan batu andesit.
4.
Candi Jabung (Braja Jina Paramita Pura)
Candi Jabung adalah salah satu candi hindu
peninggalan kerajaan Majapahit. Candi hindu ini terletak di Desa Jabung,
Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Struktur bangunan candi
yang hanya dari bata merah ini mampu bertahan ratusan tahun. Menurut keagamaan,
Agama Budha dalam kitab Nagarakertagama Candi Jabung di sebutkan dengan nama
Bajrajinaparamitapura. Dalam kitab Nagarakertagama candi Jabung dikunjungi oleh
Raja Hayam Wuruk pada lawatannya keliling Jawa Timur pada tahun 1359 Masehi.
Pada kitab Pararaton disebut Sajabung yaitu tempat pemakaman Bhre Gundal salah
seorang keluarga raja.
5.
Candi Surawana
Candi Surawana terletak di Desa Canggu,
Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, sekitar 25 km arah timur laut dari Kota
Kediri. Candi yang nama sesungguhnya adalah Wishnubhawanapura ini diperkirakan
dibangun pada abad 14 untuk memuliakan Bhre Wengker, seorang raja dari Kerajaan
Wengker yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Raja Wengker ini
mangkat pada tahun 1388 M. Dalam Negarakertagama diceritakan bahwa pada tahun
1361 Raja Hayam Wuruk dari Majapahit pernah berkunjung bahkan menginap di Candi
Surawana.
6.
Candi Penataran
Dalam kitab Negarakertagama, Candi Penataran disebut dengan
nama Candi Palah. Diceritakan bahwa Raja Hayam Wuruk (1350 - 1389 M) dari
Majapahit sering mengunjungi Palah untuk memuja Hyang Acalapati, atau yang
dikenal sebagai Girindra (berarti raja gunung) dalam kepercayaan Syiwa. Oleh
karena itu, jelas bahwa Candi Palah sengaja dibangun di kawasan dengan latar
belakang Gunung Kelud, karena memang dimaksudkan sebagai tempat untuk memuja
gunung. Pemujaan terhadap Gunung Kelud bertujuan untuk menangkal bahaya dan
menghindarkan diri dari petaka yang dapat ditimbulkan oleh gunung tersebut.
Berdasarkan tulisan pada sebuah batu yang terletak sisi
selatan bangunan utamanya, diduga bahwa Candi Palah dibangun pada awal abad 12
M, atas perintah Raja Srengga dari Kediri. Walaupun demikian, Candi Panataran
terus mengalami pengembangan dan perbaikan sampai dengan, bahkan sesudah, masa
pemerintahan Raja Hayam Wuruk. Dugaan ini didasarkan pada berbagai angka tahun
yang tertulis pada berbagai tempat di candi ini yang berkisar antara tahun 1197
sampai tahun 1454 M.
7.
Candi Jawi
Dalam Negarakertagama pupuh 56
disebutkan bahwa Candi Jawi didirikan atas perintah raja terakhir Kerajaan
Singasari, Kertanegara, untuk tempat beribadah bagi umat beragama Syiwa-Buddha.
Raja Kartanegara adalah seorang penganut ajaran Syiwa Buddha. Selain sebagai
tempat ibadah, Candi Jawi juga merupakan tempat penyimpanan abu jenazah
Kertanegara. Hal ini memang agak mengherankan, karena letak Candi Jawi cukup
jauh dari pusat Kerajaan Singasari. Diduga hal itu disebabkan karena rakyat di
daerah ini sangat setia kepada raja dan banyak yang menganut ajaran Syiwa-Buddha.
Dugaan tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa saat Raden Wijaya, menantu Raja
Kertanegara, melarikan diri setelah Kertanegara dijatuhkan oleh Raja
Jayakatwang dari Gelang-gelang (daerah Kediri), ia sempat bersembunyi di daerah
ini, sebelum akhirnya mengungsi ke Madura.
8.
Arca Aksobya
Arca Aksobhya dengan sikap bumisparca-mudra
yaitu sikap tangan menyentuh bumi sebagai saksi. Arca menghadap ke timur.
9.
Candi Bajang Ratu
Arkeolog Sri Soeyatmi Satari menduga nama Bajangratu ada
hubungannya dengan Raja Jayanegara dari Majapahit, karena kata 'bajang' berarti
kerdil. Menurut Kitab Pararaton dan cerita rakyat, Jayanegara dinobatkan
tatkala masih berusia bajang atau masih kecil, sehingga gelar Ratu Bajang atau
Bajangratu melekat padanya.
Mengenai fungsi candi, diperkirakan bahwa Candi Bajangratu
didirikan untuk menghormati Jayanegara. Dasar perkiraan ini adalah adanya
relief Sri Tanjung di bagian kaki gapura yang menggambarkan cerita peruwatan.
Relief yang memuat cerita peruwatan ditemukan juga, antara lain, di Candi
Surawana. Candi Surawana diduga dibangun sehubungan dengan wafatnya Bhre
Wengker (akhir abad ke-7).
10. Arca Harihara
Perwujudan Kertarajasa sebagai Hari-Hara
tentunya mempunyai makna tersendiri yang dapat mewakili aspek legitimasi
politik pada masa awal kerajaan Majapahit. Kertarajasa Jayawardana adalah raja
pertama dan pendiri kerajaan Majapahit, dia memerintah dari tahun 1293-1350
Masehi. Pada masa Kertarajasa Jayawardhana memerintah terjadi ketidakseimbangan
politik karena Majapahit merupakan kerajaan baru yang menggantikan kerajaan
Singasari yang ditundukkan oleh Jayakatwang. Krtarajasa Jayawarddhana berjasa
besar karena telah mendirikan Majapahit sekaligus menumpas pemberontakan
Jayakatwang yang meruntuhkan kerajaan Singhasari dan membunuh raja Kertanegara.
Jasa besar lainnya dari Krtarajasa Jayawarddhana adalah taktiknya dalam
mengusir ekspansi pasukan Kubilai Khan yang memiliki ambisi untuk menaklukkan
Jawa.
11. Candi Simping
Candi Simping
atau Candi Sumberjati adalah sebuah candi yang terletak di Sumberjati, Blitar, Indonesia.
Candi ini merupakan makam Raden Wijaya
yang wafat tahun 1309.
Penegasan
tentang keberadaan candiini tertulis dalam Kitab Negarakertagama
Pupuh XLVII bagian yang ketiga, yang berbunyi:
... tahun
Saka surya mengitari bulan (1231 Saka atau 1309 M), Sang Prabu (Wijaya)
mangkat, ditanam di dalam pura Antahpura, begitu nama makam dia, dan di makam
Simping ditegakkan arca Siwa.
Saat ini,
candi ini hanya berupa lantai pondasinya saja, sementara bangunan utuhnya telah
runtuh. Candi ini dibangun dengan bahan dasar batu andesit, berbeda dengan
candi-candi yang ditemukan di wilayah Trowulan, Mojokerto.
12. Candi Singhasari
Kapan tepatnya Candi Singasari didirikan
masih belum diketahui, namun para ahli purbakala memperkirakan candi ini
dibangun sekitar tahun 1300 M, sebagai persembahan untuk menghormati Raja
Kertanegara dari Singasari. Setidaknya ada dua candi di Jawa Timur yang
dibangun untuk menghormati Raja Kertanegara, yaitu Candi Jawi dan Candi
Singasari. Sebagaimana halnya Candi Jawi, Candi Singasari juga merupakan candi
Syiwa. Hal ini terlihat dari adanya beberapa arca Syiwa di halaman candi.
13. Arca Ardha Nareswari
Kematian raja kartanegara disimbolkan dengan arca Ardha
Nareswari
14. Arca Hyang Werocana Locana
Hyang Wairocana dan Locana sebagai Lambang
arca tunggal dari raja Kertanegara
15. Candi Kidal
Candi Kidal dibangun pada 1248 M, setelah
upacara pemakaman 'Cradha' untuk Raja Anusapati dari Kerajaan Singasari. Tujuan
pembangunan candi ini adalah untuk mendarmakan Raja Anusapati, agar sang raja
dapat mendapat kemuliaan sebagai Syiwa Mahadewa. Dibangun pada masa transisi
dari zaman keemasan pemerintahan kerajaan-kerajaan Jawa Tengah ke
kerajaan-kerajaan Jawa Timur, pada Candi Kidal dapat ditemui perpaduan corak
candi Jawa Tengah dan candi Jawa Timur. Sebagian pakar bahkan menyebut Candi
Kidal sebagai prototipe candi Jawa Timuran.
16. Candi Brahu
Ada pendapat yang mengatakan bahwa Candi
Brahu lebih tua dibandingkan candi lain yang ada di sekitar Trowulan. Nama
Brahu dihubungkan diperkirakan berasal dari kata 'Wanaru' atau 'Warahu', yaitu
nama sebuah bangunan suci yang disebutkan di dalam prasasti tembaga 'Alasantan'
yang ditemukan kira-kira 45 meter disebelah barat Candi Brahu. Prasasti ini
dibuat pada tahun 861 Saka atau, tepatnya, 9 September 939 M atas perintah Raja
Mpu Sindok dari Kahuripan. Menurut masyarakat di sekitarnya, candi ini dahulu
berfungsi sebagai tempat pembakaran jenasah raja-raja Brawijaya. Akan tetapi,
hasil penelitian yang dilakukan terhadap candi tersebut tidak menunjukkan
adanya bekas-bekas abu atau mayat, karena bilik candi sekarang sudah kosong.
17. Candi Tegawangi
Candi Tegawangi terletak di Desa Tegowangi,
Kecamatan Plemahan, Kabupaten Kediri, sekitar 24 Km dari kota Kediri. Letaknya
agak tersembunyi di kawasan perumahan penduduk, sekitar 1 km dari jalan raya,
namun lingkungan di sekitar candi sudah tertata apik. Candi Hindu ini
diperkirakan dibangun pada akhir abad ke-14 atas perintah Raja Hayam Wuruk.
Tujuan pembangunannya adalah untuk meruwat (menghilangkan keburukan) Bhre
Matahun, sepupu Raja Hayam Wuruk. Nama Tegawangi tercantum dalam Kitab
Pararaton, yang meyebutkan bahwa Bre Matahun yang meninggal pada tahun 1310
Saka (1388 M) didarmakan di Tigawangi.
18. Candi Rimbi
Candi Rimbi merupakan candi Syiwa, terlihat
dari relief yang berisi ajaran Tantri yang terpahat di kaki candi. Diduga candi
ini dibangun pada pertengahan abad ke-14, sebagai penghormatan kepada
Tribhuwana Tunggadewi Jayawisnuwardhani yang memerintah Majapahit pada tahun
1329-1350. Dugaan ini didasarkan pada ditemukannya dua buah arca Dewi Parwati,
yang diperkirakan merupakan pencerminan Dewi Tribhuwana. Kedua arca tersebut
saat ini tersimpan di Museum Trowulan dan Museum Nasional.
D.
Epigrafi
1.
Prasasti Kusmala 1272 Saka (1350 M)
Berisi
tentang peringatan keberhasilan Raja Rakryan Demung Sang Martabun Rangga Sapu.
Angka tahun dari prasasti adalah 272 saka (350 M)
2.
Prasasti Mula Malurung 1177 Saka (1255 M)
Prasasti Mula Malurung adalah piagam pengesahan penganugrahan desa Mula dan
desa Malurung untuk tokoh bernama Pranaraja. Prasasti ini berupa
lempengan-lempengan tembaga yang diterbitkan Kertanagara pada tahun 1255
sebagai raja muda di Kadiri, atas perintah ayahnya Wisnuwardhana raja
Singhasari.
Kumpulan lempengan Prasasti Mula Malurung ditemukan pada dua waktu yang
berbeda. Sebanyak sepuluh lempeng ditemukan pada tahun 1975 di dekat kota
Kediri, Jawa Timur. Sedangkan pada bulan Mei 2001, kembali ditemukan tiga
lempeng di lapak penjual barang loak, tak jauh dari lokasi penemuan sebelumnya.
3.
Prasasti Sarwwadharma 1269 M
Prasasti Sarwadharma adalah prasasti yang
dikeluarkan pada saat pemerintahan Kertanegara di Singhasari pada tahun 1269.
Prasasti ini berisi mengenai rakyat Sarwadharma yang menghadap raja untuk
memohon agar daerah mereka dilepaskan dari wilayah Tharibala sehingga menjadi
daerah Sima (swatantra).
4. Prasasti Kudadu (1294 M)
Mengenai
pengalaman Raden Wijaya sebelum menjadi Raja Majapahit yang telah ditolong oleh
Rama Kudadu dari kejaran balatentara Yayakatwang setelah Raden Wijaya menjadi
raja dan bergelar Krtajaya Jayawardhana Anantawikramottunggadewa, penduduk desa
Kudadu dan Kepala desanya (Rama) diberi hadiah tanah sima.
5. Prasasti Sukamerta (1296 M) dan
Prasasti Balawi (1305 M)
Mengenai
Raden Wijaya yang telah memperisteri keempat putri Kertanegara yaitu Sri Paduka
Parameswari Dyah Sri Tribhuwaneswari, Sri Paduka Mahadewi Dyah Dewi
Narendraduhita, Sri Paduka Jayendradewi Dyah Dewi Prajnaparamita, dan Sri
Paduka Rajapadni Dyah Dewi Gayatri, serta menyebutkan anaknya dari permaisuri
bernama Sri Jayanegara yang dijadikan raja muda di Daha.
6. Prasasti Waringin Pitu (1447 M)
Mengungkapkan
bentuk pemerintahan dan sistem birokrasi Kerajaan Majapahit yang terdiri dari
14 kerajaan bawahan yang dipimpin oleh seseorang yang bergelar Bhre, yaitu Bhre
Daha, Bhre Kahuripan, Bhre Pajang, Bhre Wengker, Bhre Wirabumi,
Bhre Matahun, Bhre Tumapel, Bhre Jagaraga, Bhre Tanjungpura,
Bhre Kembang Jenar, Bhre Kabalan, Bhre Singhapura, Bhre Keling, dan Bhre
Kelinggapura.
7. Prasasti Canggu (1358 M)
Mengenai
pengaturan tempat-tempat penyeberangan di Bengawan Solo.
Prasasti Biluluk (1366 M0, Biluluk II (1393 M), Biluluk III (1395 M).
Menyebutkan tentang pengaturan sumber air asin untuk keperluan pembuatan garam dan ketentuan pajaknya.
Prasasti Biluluk (1366 M0, Biluluk II (1393 M), Biluluk III (1395 M).
Menyebutkan tentang pengaturan sumber air asin untuk keperluan pembuatan garam dan ketentuan pajaknya.
8. Prasasti Karang Bogem (1387 M)
Menyebutkan
tentang pembukaan daerah perikanan di Karang Bogem.
Prasasti Marahi Manuk (tt) dan Prasasti Parung (tt). Mengenai sengketa tanah, persengketaan ini diputuskan oleh pejabat kehakiman yang menguasai kitab-kitab hukum adat setempat.
Prasasti Marahi Manuk (tt) dan Prasasti Parung (tt). Mengenai sengketa tanah, persengketaan ini diputuskan oleh pejabat kehakiman yang menguasai kitab-kitab hukum adat setempat.
9. Prasasti Katiden I (1392 M)
Menyebutkan
tentang pembebasan daerah bagi penduduk desa Katiden yang meliputi 11 wilayah
desa. Pembebasan pajak ini karena mereka mempunyai tugas berat, yaitu menjaga
dan memelihara hutan alang-alang di daerah Gunung Lejar.
10. Prasasti Alasantan (939 M)
Menyebutkan
bahwa pada tanggal 6 September 939 M, Sri Maharaja Rakai Halu Dyah Sindok Sri
Isanawikrama memerintahkan agar tanah di Alasantan dijadikan sima milik Rakryan
Kabayan.
11. Prasasti Kamban (941 M)
Meyebutkan
bahwa apada tanggal 19 Maret 941 M, Sri Maharaja Rake Hino Sri Isanawikrama
Dyah Matanggadewa meresmikan desa Kamban menjadi daerah perdikan.
12. Prasasti Hara-hara (Trowulan VI)
(966 M).
Menyebutkan
bahwa pada tanggal 12 Agustus 966 M, mpu Mano menyerahkan tanah yang menjadi
haknya secara turun temurun kepada Mpungku Susuk Pager dan Mpungku Nairanjana
untuk dipergunakan membiayai sebuah rumah doa (Kuti).
13. Prasasti Wurare (1289 M)
Menyebutkan
bahwa pada tanggal 21 September 1289 Sri Jnamasiwabajra, raja yang berhasil
mempersatukan Janggala dan Panjalu, menahbiskan arca Mahaksobhya di Wurare.
Gelar raja itu ialah Krtanagara setelah ditahbiskan sebagai Jina (dhyani
Buddha).
14. Prasasti Maribong (Trowulan II)
(1264 M)
Menyebutkan
bahwa pada tanggal 28 Agustus 1264 M Wisnuwardhana memberi tanda pemberian hak
perdikan bagi desa Maribong.
15. Prasasti Canggu (Trowulan I)
Mengenai
aturan dan ketentuan kedudukan hukum desa-desa di tepi sungai Brantas dan Solo
yang menjadi tempat penyeberangan. Desa-desa itu diberi kedudukan perdikan dan
bebas dari kewajiban membayar pajak, tetapi diwajibkan memberi semacam
sumbangan untuk kepentingan upacara keagamaan dan diatur oleh Panji Margabhaya
Ki Ajaran Rata, penguasa tempat penyeberangan di Canggu, dan Panji Angrak saji
Ki Ajaran Ragi, penguasa tempat penyeberangan di Terung.
16.
Prasasti Singhasari
Prasasti Singosari, yang bertarikh tahun 1351 M, ditemukan di Singosari,
Kabupaten Malang, Jawa Timur dan sekarang disimpan di Museum Gajah dan ditulis
dengan Aksara Jawa.
Prasasti ini ditulis untuk mengenang pembangunan sebuah caitya atau candi
pemakaman yang dilaksanakan oleh Mahapatih Gajah Mada. Paruh pertama prasasti
ini merupakan pentarikhan tanggal yang sangat terperinci, termasuk pemaparan
letak benda-benda angkasa. Paruh kedua mengemukakan maksud prasasti ini, yaitu
sebagai pariwara pembangunan sebuah caitya.
17.
Prasasti Wurare
Prasasti Wurare adalah sebuah prasasti yang
isinya memperingati penobatan arca Mahaksobhya di sebuah tempat bernama Wurare
(sehingga prasastinya disebut Prasasti Wurare). Prasasti ditulis dalam bahasa
Sansekerta, dan bertarikh 1211 Saka atau 21 November 1289. Arca tersebut sebagai
penghormatan dan perlambang bagi Raja Kertanegara dari kerajaan Singhasari,
yang dianggap oleh keturunannya telah mencapai derajat Jina (Buddha Agung).
Sedangkan tulisan prasastinya ditulis melingkar pada bagian bawahnya.
E. Berita
Cina
Berita Cina yang ditulis Ma-huan saat mengunjungi
Majapahit melaporkan adanya sebuah tempat bernama Majapahit, tempat tinggal
raja yang dikelilingi tembok bata setinggi lebih dari 30 kaki dan luasnya
sekitar 3-4 li.
Pernyataan itu setidaknya mengandung keotentikan, sebagaimana
diperlihatkan sejumlah bukti arkeologis di Trowulan. Sisa-sisa bangunan yang
ada seluruhnya menggunakan bahan bata merah dan umumnya ditemukan berbentuk
bangunan bertembok tebal dan tinggi.
5 komentar:
Bagus, dapat membantu pelajaran sejarah di sekolah. Terima kasih banyak
mantav! membantu saia mengerjakan tugas sampeyan bu....
Mantav!!!!!!!!!!!!
mantap sekali bu donna, izin buat tugas sekolah saya bu
Posting Komentar